Rabu, 23 Maret 2016

Policy Brief

Policy Brief
Kebijakan Kesehatan

Judul jurnal :
“Analisis Ketersediaan Fasilitas Dan Pembiayaan Kesehatan Pada Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Di Provinsi Bengkulu”
Pendahuluan :
Program Jaminan Kesehatan Nasional bertujuan mempermudah masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan yang bermutu. Pembiayaan kesehatan menuju Universal Coverage merupakan terobosan yang baik tetapi dapat menimbulkan dampak negatif berupa ketidakadilan, Ketidamerataan ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan kondisi geografis serta penyebaran penduduk yang luas dapat memperbesar masalah ketidakadilan antar kecamatan dan kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu, sehingga muncul ketidakmerataan pelayanan dan pembiayaan kesehatan. Ketersedian fasilitas kesehatan dengan jumlah tenaga yang tidak sesuai kebutuhan berdampak pada pembiayaan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam bentuk kapitasi dan Paket INA-CBG¡¯s, maka perlu dilakukan analisis pemerataan pembiayaan pada kebijakan pelaksanaan jaminan kesehatan nasional.
Pendekatan yang digunakan :
Penelitian ini menggunakan pendekatan atau rancangan metode analisis formatif yang dirancang untuk menilai bagaimana program/kebijakan yang sedang diimplementasikan dan bagaimana pemikiran untuk memodifikasi serta mengembangkannya sehingga membawa perbaikan.
Hasil dan Bukti :
Dari penelitiaan tersebut, diperoleh hasil yaitu rasio fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang disamakan satu dokter umum, Peta Jalan Menuju JKN 2012- 2019 rasio dokter umum 1 : 3000 penduduk, maka rata-rata 1 per 7.715 penduduk, kebutuhan fasilitas kesehatan tingkat pertama di Provinsi Bengkulu sebanyak 590 unit. Awal tahun 2014 yang tersedia 229 sampai tahun 2019 masih kurang sebanyak 361 unit. Puskesmas dengan besaran kapitasi Rp3000,00 s.d Rp4.500,00 sebanyak 51,57% dan Rp6.000,00 sebanyak 13,3%. Besaran kapitasi berdampak tidak merata pembiayaan terutama di Puskesmas yang jauh dari perkotaan karena kekurangan tenaga. Nilai kontrak selama satu tahun jumlah peserta yang memilih Puskesmas sebagai FKTP sebanyak 763.165 jiwa sebesar 82,03% dari nilai maksimal kapitasi Rp6.000,00 atau kurang 9,87M. Tarif rerata pada tujuh Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten dan Provinsi untuk rawat jalan antara Rp. 150.000 s.d Rp640.000,00 dan rawat inap Rp1.000.000,00 s.d Rp3.700.000,00 dibandingkan tarif berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 69 Tahun 2013, rata-rata tarif pelayanan rawat jalan dan rawat inap merupakan tarif tindakan medis sangat sederhana dan penyakit penyakit katagori ringan.Kekurangan dokter spesialis di RSUD menyebabkan tidak terserap paket INA-CB¡¯s untuk tindakan besar dan penyakit katagori berat.
Dukungan dana Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi dalam bentuk program jamkesda tahun 2014 sebesar 38,36 M untuk membayar kapitasi masyarakat miskin bukan penerima bantuan iuran dan menjamin pengobatan bagi kabupaten/kota yang tidak bekerja sama dengan BPJS. Insentif dokter spesialis/residen antara 10 juta s.d 30 juta per bulan terutama spesialis empat besar dari pemerintah daerah kabupaten merupakan ketidakadilan pembiayaan yang menjadi beban daerah. Pemenuhan tenaga terutama dokter umum, dokter gigi di puskesmas sulit terwujud mengingat formasi CPNS sangat kecil, apabila dilakukan kontrak Pemerintah Kabupaten tidak mampu dan tidak sebanding dengan kekurangan kapitasi. Sedangkan pemenuhan dokter spesialis di RSUD juga sulit terwujud karena peminat CPNS untuk dokter spesialis tidak ada dan apabila dilakukan kontrak sebesar insentif Pemerintah Kabupaten tidak mampu. Upaya pemenuhan kebutuhan fasilitas kesehatan tingkat pertama, dokter umum, dokter gigi dan spesialis diperlukan revisi Peraturan Menteri Kesehatan No.69 tahun 2013 tentang tarif dengan memperhatikan kapitasi dan paket INA-CBG¡¯s di daerah tidak diminati atau jauh dari perkotaan, jumlah penduduk kecil serta sebaran yang luas
 Kesimpulan :
Fasilitas kesehatan tingkat pertama dan jumlah tenaga di puskesmas dan dokter spesialis di rumah sakit masih kurang, berdampak pada kecilnya kapitasi dan klaim terbatas pada tindakan kecil serta penyakit yang ringan. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan perlu memperhatikan letak geografis dimana Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah.
Implementasi :
1.      Jaminan kesehatan harus dapat memberikan perlindungan, manfaat dan akses pelayanan kesehatan yang sama untuk seluruh penduduk, baik itu menyangkut fasilitas kesehatannya maupun dari tenaga kesehatannya.
2.      JKN harus dapat memberikan pelayanan secara menyeluruh, komprehensif sesuai kebutuhan medis berdasarkan kebutuhan dasar yang layak, keadilan dalam pembiayaan kesehatan sehingga terjadi cross subsidi antara penduduk dan antara daerah.
3.      Jaminan kesehatan harus dapat menjawab dan memberikan jalan keluar pada situasi ketidaksamaan daerah dalam memenuhi kebutuhan pelayanan seperti : distribusi Faskes dan SDM yang belum sama dan belum merata, kecukupan untuk biaya operasional dan kecukupan dalam membayar biaya Yankes, dan membangun solidaritas antar penduduk dalam konteks NKRI.

Analisis Kebijakan :
BPJS wajib memberi kompensasi dalam upaya mewujudkan peta jalan menuju jaminan kesehatan 2012-2019 point (3) paket manfaat medis dan non medis sudah sama untuk seluruh peserta, dan (4) fasilitas kesehatan telah tersebar memadai (GTZ, AUSAID, 2012)5 . Penduduk yang menjadi peserta BPJS bukan sekedar jumlah yang dihitung untuk mencapai universal coverage, tetapi letak pemukiman penduduk yang tersebar dan geografis daerah yang luas serta banyak pergunungan, merupakan suatu kondisi alam yang tidak dapat dirubah sehingga pemenuhan fasilitas pelayanan kesehatan tidak dapat dihitung dengan rasio saja. Peta jalan (Road Map) yang disusun oleh pemerintah Indonesia menyatakan bahwa tahun 2019 seluruh warga negara Indonesia akan mendapat jaminan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Provinsi Bengkulu perlu Skenario persimis kemungkinan membaik untuk:
1.    penyediaan FKTP dengan jumlah dan jenis tenaga serta jaringan yang sesuai standar
2.    pelayanan yang komprehensif oleh fasilitas kesehatan dengan jumlah dan jenis dokter spesialis yang mencukupi
3.    cakupan peserta dapat diupayakan dengan menyediakan fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Upaya mencapai Road Map JKN 2019 ini ada berbagai asumsi sebagai berikut: 1) pemerintah berhasil melakukan penambahan dokter spesialis di Kabupaten yang belum ada dan masih kurang dokter umum, dokter gigi, dokter spesilis dan tenaga lainnya. Penambahan dokter spesialis sangat memungkinkan karena seluruh Pemerntah Kabupaten/Kota dan Provinsi telah mendidik dokter umum menjadi dokter spesialis melalui Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Kementerian Kesehatan, 2) penambahan fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat dilakukan dengan mendorong prektik dokter dan klinik pratama untuk memberi pelayanan di daerah dengan geografis sulit dan didukung dengan kebijakan tarif pelayanan yang layak/kewajaran, 3) Kementerian Kesehatan mempunyai dana investasi cukup untuk menyeimbangkan kelengkapan peralatan fasilitas kesehatan/PPK dan SDM kesehatan.
Investasi ini dapat terlihat dari adanya APBN untuk pengembangan dan peralatan rumah sakit dan pengiriman tenaga kesehatan ke daerah-daerah, dan APBD untuk operasional rumah sakit. Upaya pemenuhan kebutuhan fasilitas kesehatan tingkat pertama, dokter umum, dokter gigi dan spesialis diperlukan revisi Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 69/2013 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Penetapan memperhatikan kapitasi dan paket INACBG’s di daerah tidak diminati atau jauh dari perkotaan, jumlah penduduk kecil serta sebaran yang luas.
Mereview Peraturan Presiden No. 32/2014 Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 19/2014 Tentang Penggunaan Data Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional untu Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, agar penetapan untuk biaya operasional seperti untuk membeli obatobatan dan bahan habis pakai dengan angka obsolut sesuai dengan harga dilokasi bukan persentase, sehingga ada pemerataan pembiayaan kesehatan antara Puskesmas yang lengka tenaga di Perkotaan dengan yang kurang tenaga di daerah terpencil.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar