Policy Brief
Kebijakan Kesehatan
Judul jurnal :
“Analisis
Ketersediaan Fasilitas Dan Pembiayaan Kesehatan Pada Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional Di Provinsi Bengkulu”
Pendahuluan :
Program Jaminan Kesehatan Nasional bertujuan mempermudah
masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan yang bermutu. Pembiayaan
kesehatan menuju Universal Coverage merupakan terobosan yang baik tetapi dapat
menimbulkan dampak negatif berupa ketidakadilan, Ketidamerataan ketersediaan
fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan kondisi geografis serta penyebaran
penduduk yang luas dapat memperbesar masalah ketidakadilan antar kecamatan dan
kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu, sehingga muncul ketidakmerataan pelayanan
dan pembiayaan kesehatan. Ketersedian fasilitas kesehatan dengan jumlah tenaga
yang tidak sesuai kebutuhan berdampak pada pembiayaan dari Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan dalam bentuk kapitasi dan Paket INA-CBG¡¯s, maka perlu
dilakukan analisis pemerataan pembiayaan pada kebijakan pelaksanaan jaminan
kesehatan nasional.
Pendekatan yang digunakan :
Penelitian ini menggunakan pendekatan atau rancangan
metode analisis formatif yang dirancang untuk menilai bagaimana
program/kebijakan yang sedang diimplementasikan dan bagaimana pemikiran untuk
memodifikasi serta mengembangkannya sehingga membawa perbaikan.
Hasil dan Bukti :
Dari penelitiaan tersebut, diperoleh hasil yaitu rasio
fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang disamakan satu dokter umum,
Peta Jalan Menuju JKN 2012- 2019 rasio dokter umum 1 : 3000 penduduk, maka
rata-rata 1 per 7.715 penduduk, kebutuhan fasilitas kesehatan tingkat pertama
di Provinsi Bengkulu sebanyak 590 unit. Awal tahun 2014 yang tersedia 229
sampai tahun 2019 masih kurang sebanyak 361 unit. Puskesmas dengan besaran
kapitasi Rp3000,00 s.d Rp4.500,00 sebanyak 51,57% dan Rp6.000,00 sebanyak
13,3%. Besaran kapitasi berdampak tidak merata pembiayaan terutama di Puskesmas
yang jauh dari perkotaan karena kekurangan tenaga. Nilai kontrak selama satu
tahun jumlah peserta yang memilih Puskesmas sebagai FKTP sebanyak 763.165 jiwa
sebesar 82,03% dari nilai maksimal kapitasi Rp6.000,00 atau kurang 9,87M. Tarif
rerata pada tujuh Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten dan Provinsi untuk rawat
jalan antara Rp. 150.000 s.d Rp640.000,00 dan rawat inap Rp1.000.000,00 s.d
Rp3.700.000,00 dibandingkan tarif berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 69 Tahun 2013, rata-rata tarif pelayanan rawat jalan dan rawat inap
merupakan tarif tindakan medis sangat sederhana dan penyakit penyakit katagori
ringan.Kekurangan dokter spesialis di RSUD menyebabkan tidak terserap paket
INA-CB¡¯s untuk tindakan besar dan penyakit katagori berat.
Dukungan dana Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi
dalam bentuk program jamkesda tahun 2014 sebesar 38,36 M untuk membayar
kapitasi masyarakat miskin bukan penerima bantuan iuran dan menjamin pengobatan
bagi kabupaten/kota yang tidak bekerja sama dengan BPJS. Insentif dokter
spesialis/residen antara 10 juta s.d 30 juta per bulan terutama spesialis empat
besar dari pemerintah daerah kabupaten merupakan ketidakadilan pembiayaan yang
menjadi beban daerah. Pemenuhan tenaga terutama dokter umum, dokter gigi di
puskesmas sulit terwujud mengingat formasi CPNS sangat kecil, apabila dilakukan
kontrak Pemerintah Kabupaten tidak mampu dan tidak sebanding dengan kekurangan
kapitasi. Sedangkan pemenuhan dokter spesialis di RSUD juga sulit terwujud
karena peminat CPNS untuk dokter spesialis tidak ada dan apabila dilakukan
kontrak sebesar insentif Pemerintah Kabupaten tidak mampu. Upaya pemenuhan
kebutuhan fasilitas kesehatan tingkat pertama, dokter umum, dokter gigi dan
spesialis diperlukan revisi Peraturan Menteri Kesehatan No.69 tahun 2013
tentang tarif dengan memperhatikan kapitasi dan paket INA-CBG¡¯s di daerah
tidak diminati atau jauh dari perkotaan, jumlah penduduk kecil serta sebaran
yang luas
Kesimpulan :
Fasilitas kesehatan tingkat pertama dan jumlah tenaga di
puskesmas dan dokter spesialis di rumah sakit masih kurang, berdampak pada
kecilnya kapitasi dan klaim terbatas pada tindakan kecil serta penyakit yang
ringan. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Standar
Tarif Pelayanan Kesehatan perlu memperhatikan letak geografis dimana Puskesmas
dan Rumah Sakit Umum Daerah.
Implementasi :
1. Jaminan
kesehatan harus dapat memberikan perlindungan, manfaat dan akses pelayanan
kesehatan yang sama untuk seluruh penduduk, baik itu menyangkut fasilitas
kesehatannya maupun dari tenaga kesehatannya.
2. JKN
harus dapat memberikan pelayanan secara menyeluruh, komprehensif sesuai
kebutuhan medis berdasarkan kebutuhan dasar yang layak, keadilan dalam
pembiayaan kesehatan sehingga terjadi cross subsidi antara penduduk dan antara
daerah.
3. Jaminan
kesehatan harus dapat menjawab dan memberikan jalan keluar pada situasi
ketidaksamaan daerah dalam memenuhi kebutuhan pelayanan seperti : distribusi
Faskes dan SDM yang belum sama dan belum merata, kecukupan untuk biaya
operasional dan kecukupan dalam membayar biaya Yankes, dan membangun
solidaritas antar penduduk dalam konteks NKRI.
Analisis Kebijakan :
BPJS wajib memberi kompensasi dalam upaya mewujudkan
peta jalan menuju jaminan kesehatan 2012-2019 point (3) paket manfaat medis dan
non medis sudah sama untuk seluruh peserta, dan (4) fasilitas kesehatan telah
tersebar memadai (GTZ, AUSAID, 2012)5 . Penduduk yang menjadi peserta BPJS
bukan sekedar jumlah yang dihitung untuk mencapai universal coverage, tetapi
letak pemukiman penduduk yang tersebar dan geografis daerah yang luas serta
banyak pergunungan, merupakan suatu kondisi alam yang tidak dapat dirubah
sehingga pemenuhan fasilitas pelayanan kesehatan tidak dapat dihitung dengan
rasio saja. Peta jalan (Road Map) yang disusun oleh pemerintah Indonesia
menyatakan bahwa tahun 2019 seluruh warga negara Indonesia akan mendapat
jaminan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Nasional di Provinsi Bengkulu perlu Skenario persimis kemungkinan membaik
untuk:
1.
penyediaan FKTP dengan jumlah
dan jenis tenaga serta jaringan yang sesuai standar
2.
pelayanan yang komprehensif
oleh fasilitas kesehatan dengan jumlah dan jenis dokter spesialis yang
mencukupi
3.
cakupan peserta dapat
diupayakan dengan menyediakan fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Upaya mencapai Road Map JKN 2019 ini ada berbagai asumsi
sebagai berikut: 1) pemerintah berhasil melakukan penambahan dokter spesialis
di Kabupaten yang belum ada dan masih kurang dokter umum, dokter gigi, dokter
spesilis dan tenaga lainnya. Penambahan dokter spesialis sangat memungkinkan
karena seluruh Pemerntah Kabupaten/Kota dan Provinsi telah mendidik dokter umum
menjadi dokter spesialis melalui Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)
Kementerian Kesehatan, 2) penambahan fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat
dilakukan dengan mendorong prektik dokter dan klinik pratama untuk memberi
pelayanan di daerah dengan geografis sulit dan didukung dengan kebijakan tarif
pelayanan yang layak/kewajaran, 3) Kementerian Kesehatan mempunyai dana
investasi cukup untuk menyeimbangkan kelengkapan peralatan fasilitas
kesehatan/PPK dan SDM kesehatan.
Investasi ini dapat terlihat dari adanya APBN untuk
pengembangan dan peralatan rumah sakit dan pengiriman tenaga kesehatan ke
daerah-daerah, dan APBD untuk operasional rumah sakit. Upaya pemenuhan
kebutuhan fasilitas kesehatan tingkat pertama, dokter umum, dokter gigi dan
spesialis diperlukan revisi Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 69/2013 Tentang
Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan. Penetapan memperhatikan kapitasi dan paket INACBG’s di daerah tidak
diminati atau jauh dari perkotaan, jumlah penduduk kecil serta sebaran yang
luas.
Mereview Peraturan Presiden No. 32/2014 Tentang
Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada
Fasilitas Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, dan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 19/2014 Tentang Penggunaan Data Kapitasi Jaminan Kesehatan
Nasional untu Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, agar penetapan
untuk biaya operasional seperti untuk membeli obatobatan dan bahan habis pakai
dengan angka obsolut sesuai dengan harga dilokasi bukan persentase, sehingga
ada pemerataan pembiayaan kesehatan antara Puskesmas yang lengka tenaga di
Perkotaan dengan yang kurang tenaga di daerah terpencil.
Sumber: http://jurnal.kebijakankesehatanindonesia.net/images/PDF_Volume/vol_2014/desember/07_Yandrizal.pdf
diakses, 22 November 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar