Rabu, 23 Maret 2016

Upaya dan Solusi Masalah dalam Pembangunan Sektor Kesehatan di Indonesia

Kasus 1
Pembahasan Kasus
Berdasarkan data demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2012, angka kematian neonatal bayi dan balita di Indonesia, sekitar 60% yang merupakan penyumbang terbesar angka kematian bayi. Adapun beberapa penyebab kematian bayi ini akibat masalah pada neonatal seperti afiksi (sesak napas saat lahir/ispa), BBLR, serta infeksi neonatus.
Masalah lain yang menjadi penyebab kematian pada bayi seperti pneumonia, diare serta masalah gizi buruk dan gizi kurang yang biasanya mulai terjadi sejak masa kehamilan. Menurut Dr. Rinawati Rohsiswanto, spA, ahli perinatology dari FKUI RSCM, bayi-bayi yang saat lahir beratnya kurang dari 2,5Kg termasuk BBLR. Bayi ini memiliki risiko kematian 20 kali lebih besar. Berdasarkan data di tahun 2014, di Bandung kematian karena BBLR terjadi. Menurut Pradiba Perwakilan dari DinKes Kab. Bandung dari jumlah kelahiran di tahun 2014 mencapai 907 bayi termasuk BBLR. 69 bayi diantaranya meninggal.
Faktor Penyebab
Dilihat dari penyebab kematian pada bayi, seperti ispa maka ada beberapa faktor risiko terjadinya ispa yaitu faktor lingkungan berupa pencemaran udara di dalam rumah seperti asap rokok ayah si bayi dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya penyakit ispa pada bayi, kemudian ventilasi udara rumah, keadaan hunian rumah yang padat. Faktor kedua adalah individu anak seperti umur anak atau berat badan lahir yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik balita. Kemudian status gizi balita yg diperoleh dari zat-zat gizi seperti vit. A yang diberikan oleh ibunya berpengaruh terhadap penyakit ispa karena balita dengan gizi buruk akan sering mendapat pneumonia. Dan faktor ketiga yaitu perilaku, jika dalam satu keluarga atau rumah tangga ada salah satu dari mereka yang mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
Upaya dan Solusi
Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir keluarga memiliki peran utama dalam mencegah faktor risiko yang bisa menyebabkan bayi bisa mengalami berbagai macam masalah kesehatan. Terutama ibu yang merupakan orang yang paling dekat dan yang paling menentukan pertumbuhan dan perkembangan si bayi, menjaga kesehatan si bayi dengan memberikan ASI dan asupan gizi yang baik bisa meminimalisir kejadian gizi buruk pada bayi serta menjaga bayi supaya terhindar dari keterpaparan polusi dan asap rokok si ayah yang merokok.










Kasus 2
Pembahasan Kasus
Menurut data riskesdas tahun 2013 ada beberapa alasan keluarga atau orang tua bayi sehingga tidak mengimunisasi anaknya baik secara lengkap ataupun tidak lengkap, seperti :
1.      Keluarga tidak mengijinkan
2.      Takut anak menjadi panas
3.      Anak sering sakit
4.      Tidak tahu tempat imunisasi
5.      Tempat imunisasi jauh
6.       Sibuk/repot
Berdasarkan data tersebut, hal yang paling sering dijadikan alasan anak tidak di imunisasi adalah tidak diizinkan oleh keluarga sebesar 35,5%  tempat imunisasi yang jauh untuk di wilayah pedesaan yang memiliki persentase 29,2% dan karena takut anak menjadi panas dengan persentase 28,8%.
Upaya dan solusi
Untuk dapat mengoptimalkan imunisasi yang lengkap terhadap balita sehingga pertumbuhan dan perkembangan bayi bisa meningkat maka perlu juga ditingkatkan  peran serta masyarakat dalam upaya misalnya, Posyandu yang merupakan suatu wadah komunikasi alih eknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat yang melibatkan  dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga. Dalam rangka peningkatan mutu sumber daya manusia sebagai potensi pembangunan bangsa agar dapat membangun dan menolong dirinya sendiri, merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, maka posyandu cukup strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia sejak dini perlu ditingkatkan pembinaannya. Kader perlu terus-menerus menggerakkan dan memotivasi ibu-ibu atau masyarakat agar mau memanfaatkan pelayanan di posyandu.
Secara garis besar, langkah mengembangkan peran serta masyarakat menurut buku Pedoman Kerja Puskesmas (1990:q3-q4) adalah sebagai berikut :
1.      Penggalangan dukungan penentu kebijaksanaan, pemimpin wilayah, lintas sektor dan berbagai organisasi kesehtan, yang dilaksanakan melalui dialog, seminar dan lokakarya, dalam rangka komunikasi, informasi dan motivasi, dengan memanfaatkan media massa dan sistem informasi kesehatan.
2.      Persiapan petugas penyelenggara melalui pelatihan, orientasi atau sarasehan kepemimpinan di bidang kesehatan.
3.      Persiapan masyarakat, melalui rangkaian kegiatan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengenal dan memecahkan masalah kesehatan, dengan menggali dan menggerakkan sumber daya yang dimilikinya. Rangkaian kegiatan tersebut terdiri atas:
a.       Pendekatan kepada tokoh masyarakat
b.      Survai diri masyarakat untuk mengenali masalah kesehatannya (diagnosas masalah kesehatan oleh masyarakat)
c.       Musyawarah masyarakat desa untuk penentuan bersama rencana pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi (penetapan resep pemecahan masalah oleh masyarakat) dan pelatihan kader.
4.      Pelaksanaan kegiatan kesehatan oleh dan untuk masyarakat melalui kadernya yang telah terlatih (tindakan terapi oleh masyarakat).
5.      Pengembangan dan pelestarian kegiatan kesehatan oleh masyarakat.















Kasus 3
Pembahasan Kasus
Tempat persalinan yang ideal adalah di rumah sakit karena apabila sewaktu-waktu memerlukan penanganan  kegawatdaruratan  tersedia  fasilitas  yang  dibutuhkan  atau  minimal  bersalin  di fasilitas  kesehatan  lainnya  sehingga  apabila  perlu  rujukan  dapat  segera  dilakukan. Sebaliknya jika  melahirkan  di  rumah  dan  sewaktu-waktu  membutuhkan  penanganan medis  darurat  maka tidak dapat segera ditangani.
Berdasarkan data dari riskesdas 2013 menunjukkan bahwa persen kelahiran pada periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara terjadi di fasilitas kesehatan  dan polindes/poskesdes  dengan persentase tertinggi  di rumah bersalin, klinik, praktek dokter/praktek bidan (38,0%) dan terendah di Poskesdes/Polindes (3,7%). Namun masih terdapat 29,6 persen yang melahirkan di rumah/lainnya. Provinsi dengan persentase melahirkan di rumah yang paling tinggi adalah Maluku (74,9%). Dari data tersebut disimpulkan bahwa masih banyak ibu hamil di Indonesia yang memilih melahirkan dirumah dengan berbagai alasan baik itu alasan ekonomi, kepercayaan ataupun budaya. Persalinan dirumah dukun tetap menjadi pilihan, meski saat ini telah ada upaya pembebasan biaya persalinan ke tenaga kesehatan, bahkan termasuk pelayanan antenatal care maupun perawatan pasca persalinan. Faktor kepercayaan dan kenyamanan menjadi alasan utama memilih tempat bersalin dirumah dengan dukun, karena dukun yang telah berpraktek puluhan tahun telah mampu merebut kepercayaan masyarakat.



Faktor penyebab
Kehamilan dan persalinan dapat berpotensi menjadi patologis yang menimbulkan komplikasi, jika tidak mendapatkan perhatian khusus baik dari ibu hamil sendiri ataupun dari tenaga kesehatan terkait. Menurut Dr dr Rinawati Rohsiswatmo, spAK, dokter spesialis anak dan ahli neonatologi dari Brawijaya Women and Children Hospital, mengatakan bahwa setiap proses kehamilan dan persalinan memiliki faktor risiko. "Sekitar 90 persen kehamilan dan persalinan adalah normal, dan 10 persennya berisiko mengalami gangguan,"
Menurut Dr Rina, ada beberapa factor penyebab yang bisa mempengaruhi tingginya risiko terjadinya komplikasi selama kehamilan dan persalinan, seperti :
1.    Riwayat medis dan pembedahan
Riwayat medis atau kesehatan yang dimiliki ibu sangat berpengaruh pada janin selama hamil. Beberapa penyakit yang dialami ibu selama hamil seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, asma, kejang, sampai diabetes, akan sangat memengaruhi perkembangan janin selama kehamilan dan proses persalinan. Penyakit-penyakit tersebut akan berpotensi menyebabkan pertumbuhan janin abnormal, prematur, BBLR (berat bayi lahir rendah), sampai kematian. "Penyakit yang paling banyak menyebabkan komplikasi medis kehamilan adalah tekanan darah tinggi. Beberapa obat penurun tekanan darah ternyata bisa menyebabkan kontraindikasi pada kehamilan," jelas Ali.
Sedangkan riwayat pembedahan yang berisiko meningkatkan komplikasi kehamilan adalah jika ibu pernah mengalami bedah caesar. Proses pembedahan yang pernah dialami akan berpengaruh pada proses persalinan selanjutnya. Secara umum caesar dibagi menjadi dua jenis, yaitu seksio sesarea klasik, dan seksio sesarea transperitonealis profunda(SCTP). Pada caesar jenis klasik, peluang untuk VABC (vaginal birth after caesarian, atau melahirkan normal setelah pernah caesar) akan sulit dilakukan. Karena, pada operasi jenis ini dokter membuat sayatan memanjang di badan rahim (korpus uretri) sepanjang 10 cm. Jika VABC dilakukan pada perempuan yang pernah mengalami caesar klasik, ia akan berisiko mengalamiruptura uretri (robek pada dinding rahim).
2.    Riwayat obstetric
Riwayat obstetri bisa disebut riwayat komplikasi kelahiran. Beberapa masalah yang pernah dialami saat melahirkan, dan berpotensi menimbulkan komplikasi antara lain adanya perbedaan Rh (rhesus) ibu dan janin, Rh sensitif, pernah mengalami perdarahan hebat, dan melahirkan prematur.Selain itu, masalah yang berhubungan dengan plasenta seperti plasenta previa (jalan lahir tertutup plasenta), atau solustio plasentae (seluruh atau sebagian plasenta lepas) yang pernah dialami juga akan memengaruhi proses persalinan dan kehamilan selanjutnya.
3.    Riwayat ginekologi
Riwayat ginekologi bisa menyebabkan komplikasi dalam kehamilan dan persalinan ibu hamil. Bumil yang pernah memiliki riwayat kasus kehamilan ektopik  (kehamilan yang terjadi di luar rongga rahim), kemungkinan besar akan kembali mengalaminya pada kehamilan selanjutnya. Cedera tuba (cedera pada tuba falopi, atau saluran telur) akan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.Selain itu, riwayat ginekologi yang memengaruhi terjadinya komplikasi adalah adanya kejadian inkompetensia serviks (ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan kehamilan), danuterine anomalies (dinding rahim rusak), sehingga meningkatkan risiko keguguran.
4.    Umur
Usia 35 tahun ke atas merupakan usia rawan untuk hamil. Hamil pada usia ini akan memengaruhi tingginya morbiditas (terjadi penyakit atau komplikasi) dan juga mortalitas (kematian janin). Risiko komplikasi pada ibu hamil akan meningkat drastis karena dipengaruhi faktor kesehatan, obesitas, dan perdarahan sang ibu.
Upaya Dan Solusi
Dalam proses kehamilan, dukungan keluarga terutama dukungan dari suami memberikan andil besar dalam menentukan status kesehatan ibu. Jika seluruh anggota keluarga mengharapkan kehamilan, mendukung bahkan memperlihatkan dukungannya dalam berbagai hal, maka ibu hamil akan lebih merasa percaya diri, lebih bahagia dan siap menjalani kehamilan (Huliana, 2001 : 4-5). Saat istri hamil, suami harus mempertahankan hubungan yang harmonis seperti mengurangi pertengkaran yang terjadi dalam hubungan keluarga. Timbulnya stress yang berkepanjangan akan mempengaruhi perkembangan kehamilan istri. Meskipun terlihat sepele tetapi sebenarnya peran suami pada masa kehamilan istri hingga persalinan cukup berat juga apalagi jika mengingat pada masa kehamilan emosi dan sensitifitas dari istri meningkat dan berubah-ubah jadi hal sepele saja dapat menjadi sumber permasalahan besar yang dapat mengakibatkan istri menjadi stress padahal stress pada masa kehamilan itu tidak baik bagi kesehatan ibu dan juga calon bayi yang dikandungnya.
Adapun beberapa peran penting yang harus dilakukan suami pada masa kehamilan istri hingg proses melahirkan adalah :
1.      Memberi dukungan dan perhatian
2.      Selalu damping istri
3.      Selalu jaga dan perhatikan kesehatan istri














Kasus 4
Berdasarkan kasus 1, 2, 3 maka dapat disimpulkan peran pemerintah dalam capaian tujuan 4 dan 5 MDGs masih belum bias dicapai secara optimal. Dilihat di kasus 1, Kelahiran BBLR dan risiko kematiannya bisa dicegah dengan meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan menangani para bayi yang lahir dengan berat di bawah standar beberapa hal juga sebaiknya diperhatikan, jika memang bayi akan dipindahkan atau dirujuk sebaiknya pastikan terlebih dahulu bayi dalam kondisi stabil, karena jika tidak stabil justru bisa memperburuk keadaannya. Bayi harus dikondisikan mulai dari tekanan darahnya, oksigen, suhu serta emosi si bayi. Hal lainnya adalah ruangan tempat melahirkan sebisa mungkin jaraknya dekat dengan ruang perawatan atau inkubasi sehingga penangannya dapat dilakukan secepat mungkin
 Kemudian, yang paling penting adalah memperbesar akses pelayanan kesehatan sehingga mudah dijangkau masayarakat. Peningkatan taraf sosial ekonomi keluarga juga penting menekan angka kematian BBLR. sistem rujukan harus dibikin mudah dan praktis agar menembah daya akses masayarakat ke pelayanan kesehatan. Dan, yang utama adalah bagaimana pemerintah meningkatkan kesadaran orangtua terutama ibu untuk selalu berupaya mencari pertolongan pertama di masa kritis bayinya yang lahir dengan berat badan rendah.
Kasus 2, tentang beberapa alasan orangtua yang tidak ingin imunisasi anaknya. Hal ini disebabkan beberapa alasan menurut data Riskesdas 2013, dan beberapa alasan lain  yaitu  ibu lupa  anaknya  sudah  diimunisasi  atau  belum,  ibu  lupa  berapa  kali  sudah diimunisasi, ibu  tidak  mengetahui  secara  pasti  jenis  imunisasi,  catatan  dalam  KMS/  buku  KIA tidak lengkap/tidak  terisi,  tidak dapat menunjukkan  karena  hilang  atau  tidak  disimpan oleh ibu. Alasan  lainnya  karena  subyek  yang  ditanya  tentang  imunisasi  bukan  ibu  balita,  memory  recall bias  dari  ibu,  ataupun  ketidakakuratan  pewawancara  saat  proses  wawancara  dan  pencatatan. Imunisasi terhadap ibu hamil (bumil), bayi dan balita, merupakan investasi jangka panjang, yang hasilnya tidak bisa dilihat pada saat sekarang. Hasil dari imunisasi, akan dirasakan 30 tahun kedepan.
Hal itu dikemukakan oleh Kepala Puskesmas Kelapa M Syafei Rangkuti kepada bangkapos.com Kamis (11/6/2015). Kalau bayi dan balita tidak terimunisasi secara lengkap, maka akan rentan penyakit, seperti terkena penyakit campak, TBC, TB.
 Berdasarkan analisis kasus di atas,  kebijakan pemerintah terhadap program imunisasi belum berhasil sesuai dengan pencapaian target dan indikator keberhasilan dalam Universal Child Immunization (UCI) yakni 85-85-85, artinya cakupan imunisasi dasar lengkap tercapai 85% merata di tingkat kabupaten/kota, 85% tercapai merata di tingkat kecamatan/puskesmas dan 85% merata di tingkat desa/kelurahan. Hal tersebut dapat dilihat dari kasus banyaknya balita di  Papua yang belum mendapat pelayanan imunisasi dasar. Padahal imunisasi dasar merupakan kebutuhan yang penting bagi balita dalam menjaga sistem kekebalan tubuh agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.  Sebenarnya program yang telah dicanangkan pemerintah akan pemerataan imunisasi dasar pada bayi dan balita sudah cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari upaya pemerintah dalam pencapaian MDG’s yakni dengan melakukan introduksi vaksin baru berupa vaksin pentavalent (DPT/HB/Hib) menggantikan vaksin DPT-HB. Namun, masih ditemukannya berbagai penyimpangan terhadap kebijakan tersebut seperti penyelewengan anggaran APBD, kurangnya cakupan imunisasi, belum adanya komitmen Pemerintah untuk mensukseskan program imunisasi serta kurangnya distribusi penyedia layanan kesehatan.

Kasus 3, tentang masih banyaknya ibu hamil memilih tempat persalinan di rumah disbanding di tempat pelayanan kesehatan, padahal tempat persalinan yang ideal adalah di rumah sakit karena apabila sewaktu-waktu memerlukan penanganan  kegawatdaruratan  tersedia  fasilitas  yang  dibutuhkan  atau  minimal  bersalin  di fasilitas  kesehatan  lainnya  sehingga  apabila  perlu  rujukan  dapat  segera  dilakukan. Sebaliknya jika  melahirkan  di  rumah  dan  sewaktu-waktu  membutuhkan  penanganan medis  darurat  maka tidak dapat segera ditangani. Meskipun banyak kebijakan dari pemerintah sekarang ini dari segi biaya persalinan yang diringankan namun belum merata disetiap kalangan masyarakat. Kebijakan lain seperti antenatal care (perawatan kehamilan) untuk ibu hamil pun serasa tidak mampu menggantikan kepercayaan dan kenyamanan masyarakat untuk memilih persalinan di rumah dengan dukun yang telah lama melakukan praktek. Pemerintah harusnya memberikan ruang terhadap dukun terlatih agar bias bermitra dengan bidan dalam upaya peningkatan kesehatan dan dalam mengurangi angka kematian ibu ataupun bayi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar