Kasus 1
Pembahasan Kasus
Berdasarkan data demografi dan
kesehatan Indonesia tahun 2012, angka kematian neonatal bayi dan balita di
Indonesia, sekitar 60% yang merupakan penyumbang terbesar angka kematian bayi.
Adapun beberapa penyebab kematian bayi ini akibat masalah pada neonatal seperti
afiksi (sesak napas saat lahir/ispa), BBLR, serta infeksi neonatus.
Masalah lain yang menjadi penyebab
kematian pada bayi seperti pneumonia, diare serta masalah gizi buruk dan gizi
kurang yang biasanya mulai terjadi sejak masa kehamilan. Menurut Dr. Rinawati
Rohsiswanto, spA, ahli perinatology dari FKUI RSCM, bayi-bayi yang saat lahir
beratnya kurang dari 2,5Kg termasuk BBLR. Bayi ini memiliki risiko kematian 20
kali lebih besar. Berdasarkan data di tahun 2014, di Bandung kematian karena
BBLR terjadi. Menurut Pradiba Perwakilan dari DinKes Kab. Bandung dari jumlah
kelahiran di tahun 2014 mencapai 907 bayi termasuk BBLR. 69 bayi diantaranya
meninggal.
Faktor Penyebab
Dilihat dari penyebab kematian pada
bayi, seperti ispa maka ada beberapa faktor risiko terjadinya ispa yaitu faktor
lingkungan berupa pencemaran udara di dalam rumah seperti asap rokok ayah si
bayi dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi
dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya
penyakit ispa pada bayi, kemudian ventilasi udara rumah, keadaan hunian rumah
yang padat. Faktor kedua adalah individu anak seperti umur anak atau berat
badan lahir yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik balita. Kemudian
status gizi balita yg diperoleh dari zat-zat gizi seperti vit. A yang diberikan
oleh ibunya berpengaruh terhadap penyakit ispa karena balita dengan gizi buruk
akan sering mendapat pneumonia. Dan faktor ketiga yaitu perilaku, jika dalam satu
keluarga atau rumah tangga ada salah satu dari mereka yang mempunyai masalah
kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
Upaya dan Solusi
Untuk menurunkan angka kematian bayi
baru lahir keluarga memiliki peran utama dalam mencegah faktor risiko yang bisa
menyebabkan bayi bisa mengalami berbagai macam masalah kesehatan. Terutama ibu
yang merupakan orang yang paling dekat dan yang paling menentukan pertumbuhan
dan perkembangan si bayi, menjaga kesehatan si bayi dengan memberikan ASI dan
asupan gizi yang baik bisa meminimalisir kejadian gizi buruk pada bayi serta
menjaga bayi supaya terhindar dari keterpaparan polusi dan asap rokok si ayah
yang merokok.
Kasus 2
Pembahasan Kasus
Menurut data riskesdas tahun 2013 ada
beberapa alasan keluarga atau orang tua bayi sehingga tidak mengimunisasi
anaknya baik secara lengkap ataupun tidak lengkap, seperti :
1.
Keluarga
tidak mengijinkan
2.
Takut
anak menjadi panas
3.
Anak
sering sakit
4.
Tidak
tahu tempat imunisasi
5.
Tempat
imunisasi jauh
6.
Sibuk/repot
Berdasarkan data tersebut, hal yang
paling sering dijadikan alasan anak tidak di imunisasi adalah tidak diizinkan
oleh keluarga sebesar 35,5% tempat
imunisasi yang jauh untuk di wilayah pedesaan yang memiliki persentase 29,2%
dan karena takut anak menjadi panas dengan persentase 28,8%.
Upaya dan solusi
Untuk dapat mengoptimalkan imunisasi
yang lengkap terhadap balita sehingga pertumbuhan dan perkembangan bayi bisa
meningkat maka perlu juga ditingkatkan
peran serta masyarakat dalam upaya misalnya, Posyandu yang merupakan
suatu wadah komunikasi alih eknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat yang
melibatkan dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan
teknis dari petugas kesehatan dan keluarga. Dalam rangka peningkatan mutu
sumber daya manusia sebagai potensi pembangunan bangsa agar dapat membangun dan
menolong dirinya sendiri, merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah
dan masyarakat, maka posyandu cukup strategis dalam pengembangan kualitas
sumber daya manusia sejak dini perlu ditingkatkan pembinaannya. Kader perlu
terus-menerus menggerakkan dan memotivasi ibu-ibu atau masyarakat agar mau memanfaatkan
pelayanan di posyandu.
Secara garis
besar, langkah mengembangkan peran serta masyarakat menurut buku Pedoman Kerja
Puskesmas (1990:q3-q4) adalah sebagai berikut :
1.
Penggalangan dukungan penentu kebijaksanaan,
pemimpin wilayah, lintas sektor dan berbagai organisasi kesehtan, yang
dilaksanakan melalui dialog, seminar dan lokakarya, dalam rangka komunikasi,
informasi dan motivasi, dengan memanfaatkan media massa dan sistem informasi
kesehatan.
2.
Persiapan petugas penyelenggara melalui
pelatihan, orientasi atau sarasehan kepemimpinan di bidang kesehatan.
3.
Persiapan masyarakat, melalui rangkaian
kegiatan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengenal dan memecahkan
masalah kesehatan, dengan menggali dan menggerakkan sumber daya yang
dimilikinya. Rangkaian kegiatan tersebut terdiri atas:
a.
Pendekatan kepada tokoh masyarakat
b.
Survai diri masyarakat untuk mengenali
masalah kesehatannya (diagnosas masalah kesehatan oleh masyarakat)
c.
Musyawarah masyarakat desa untuk
penentuan bersama rencana pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi (penetapan
resep pemecahan masalah oleh masyarakat) dan pelatihan kader.
4.
Pelaksanaan kegiatan kesehatan oleh dan
untuk masyarakat melalui kadernya yang telah terlatih (tindakan terapi oleh
masyarakat).
5.
Pengembangan dan pelestarian kegiatan
kesehatan oleh masyarakat.
Kasus 3
Pembahasan Kasus
Tempat persalinan yang ideal adalah di
rumah sakit karena apabila sewaktu-waktu memerlukan penanganan kegawatdaruratan tersedia
fasilitas yang dibutuhkan
atau minimal bersalin
di fasilitas kesehatan lainnya
sehingga apabila perlu
rujukan dapat segera
dilakukan. Sebaliknya jika
melahirkan di rumah
dan sewaktu-waktu membutuhkan
penanganan medis darurat maka tidak dapat segera ditangani.
Berdasarkan data dari riskesdas 2013
menunjukkan bahwa persen kelahiran pada periode 1 Januari 2010 sampai saat
wawancara terjadi di fasilitas kesehatan
dan polindes/poskesdes dengan
persentase tertinggi di rumah bersalin,
klinik, praktek dokter/praktek bidan (38,0%) dan terendah di Poskesdes/Polindes
(3,7%). Namun masih terdapat 29,6 persen yang melahirkan di rumah/lainnya.
Provinsi dengan persentase melahirkan di rumah yang paling tinggi adalah Maluku
(74,9%). Dari data tersebut disimpulkan bahwa masih banyak ibu hamil di
Indonesia yang memilih melahirkan dirumah dengan berbagai alasan baik itu
alasan ekonomi, kepercayaan ataupun budaya. Persalinan dirumah dukun tetap
menjadi pilihan, meski saat ini telah ada upaya pembebasan biaya persalinan ke
tenaga kesehatan, bahkan termasuk pelayanan antenatal care maupun perawatan
pasca persalinan. Faktor kepercayaan dan kenyamanan menjadi alasan utama
memilih tempat bersalin dirumah dengan dukun, karena dukun yang telah
berpraktek puluhan tahun telah mampu merebut kepercayaan masyarakat.
Faktor penyebab
Kehamilan dan
persalinan dapat berpotensi menjadi patologis yang menimbulkan komplikasi, jika
tidak mendapatkan perhatian khusus baik dari ibu hamil sendiri ataupun dari
tenaga kesehatan terkait. Menurut Dr dr Rinawati Rohsiswatmo, spAK, dokter
spesialis anak dan
ahli neonatologi dari Brawijaya Women and Children Hospital, mengatakan bahwa
setiap proses kehamilan dan persalinan memiliki faktor risiko. "Sekitar 90
persen kehamilan dan persalinan adalah normal, dan 10 persennya berisiko
mengalami gangguan,"
Menurut Dr Rina, ada
beberapa factor penyebab yang bisa mempengaruhi tingginya risiko terjadinya
komplikasi selama kehamilan dan persalinan, seperti :
1.
Riwayat
medis dan pembedahan
Riwayat medis atau kesehatan yang dimiliki ibu sangat
berpengaruh pada janin selama hamil. Beberapa penyakit yang dialami ibu selama
hamil seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, asma, kejang, sampai
diabetes, akan sangat memengaruhi perkembangan janin selama kehamilan dan
proses persalinan. Penyakit-penyakit tersebut akan berpotensi menyebabkan
pertumbuhan janin abnormal, prematur, BBLR (berat bayi lahir rendah), sampai
kematian. "Penyakit yang paling banyak menyebabkan komplikasi medis
kehamilan adalah tekanan darah tinggi. Beberapa obat penurun tekanan darah
ternyata bisa menyebabkan kontraindikasi pada kehamilan," jelas Ali.
Sedangkan riwayat pembedahan yang berisiko meningkatkan
komplikasi kehamilan adalah jika ibu pernah mengalami bedah caesar. Proses
pembedahan yang pernah dialami akan berpengaruh pada proses persalinan
selanjutnya. Secara umum caesar dibagi menjadi dua jenis, yaitu seksio sesarea klasik, dan seksio sesarea transperitonealis
profunda(SCTP). Pada caesar jenis klasik, peluang untuk VABC (vaginal
birth after caesarian, atau melahirkan normal setelah pernah caesar) akan
sulit dilakukan. Karena, pada operasi jenis ini dokter membuat sayatan
memanjang di badan rahim (korpus uretri) sepanjang 10 cm. Jika VABC
dilakukan pada perempuan yang pernah mengalami caesar klasik, ia akan berisiko
mengalamiruptura uretri (robek
pada dinding rahim).
2.
Riwayat obstetric
Riwayat obstetri bisa disebut riwayat
komplikasi kelahiran. Beberapa masalah yang pernah dialami saat melahirkan, dan berpotensi
menimbulkan komplikasi antara lain adanya perbedaan Rh (rhesus) ibu dan janin,
Rh sensitif, pernah mengalami perdarahan hebat, dan melahirkan prematur.Selain
itu, masalah yang berhubungan dengan plasenta seperti plasenta previa (jalan
lahir tertutup plasenta), atau solustio
plasentae (seluruh atau
sebagian plasenta lepas) yang pernah dialami juga akan memengaruhi proses persalinan dan
kehamilan selanjutnya.
3.
Riwayat ginekologi
Riwayat ginekologi bisa menyebabkan komplikasi
dalam kehamilan dan persalinan ibu hamil. Bumil yang pernah memiliki riwayat
kasus kehamilan ektopik (kehamilan yang terjadi di luar
rongga rahim), kemungkinan besar akan kembali mengalaminya pada
kehamilan selanjutnya. Cedera tuba (cedera pada tuba falopi, atau saluran
telur) akan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.Selain itu,
riwayat ginekologi yang memengaruhi terjadinya komplikasi adalah adanya
kejadian inkompetensia serviks (ketidakmampuan serviks untuk
mempertahankan kehamilan), danuterine anomalies (dinding rahim rusak),
sehingga meningkatkan risiko keguguran.
4. Umur
Usia 35 tahun ke atas
merupakan usia rawan untuk hamil. Hamil pada usia ini akan memengaruhi
tingginya morbiditas (terjadi penyakit atau
komplikasi) dan juga mortalitas (kematian janin). Risiko
komplikasi pada ibu hamil akan meningkat drastis karena dipengaruhi faktor
kesehatan, obesitas, dan perdarahan sang ibu.
Upaya Dan Solusi
Dalam proses kehamilan, dukungan keluarga terutama dukungan dari
suami memberikan andil besar dalam menentukan status kesehatan ibu. Jika
seluruh anggota keluarga mengharapkan kehamilan, mendukung bahkan
memperlihatkan dukungannya dalam berbagai hal, maka ibu hamil akan lebih merasa
percaya diri, lebih bahagia dan siap menjalani kehamilan (Huliana, 2001 : 4-5).
Saat istri hamil, suami harus mempertahankan hubungan yang harmonis seperti
mengurangi pertengkaran yang terjadi dalam hubungan keluarga. Timbulnya stress
yang berkepanjangan akan mempengaruhi perkembangan kehamilan istri. Meskipun
terlihat sepele tetapi sebenarnya peran suami pada masa kehamilan istri hingga
persalinan cukup berat juga apalagi jika mengingat pada masa kehamilan emosi
dan sensitifitas dari istri meningkat dan berubah-ubah jadi hal sepele saja
dapat menjadi sumber permasalahan besar yang dapat mengakibatkan istri menjadi
stress padahal stress pada masa kehamilan itu tidak baik bagi kesehatan ibu dan
juga calon bayi yang dikandungnya.
Adapun beberapa peran penting yang harus dilakukan suami pada masa
kehamilan istri hingg proses melahirkan adalah :
1. Memberi dukungan dan perhatian
2. Selalu damping istri
3. Selalu jaga dan perhatikan kesehatan istri
Kasus 4
Berdasarkan kasus 1, 2, 3 maka dapat
disimpulkan peran pemerintah dalam capaian tujuan 4 dan 5 MDGs masih belum bias
dicapai secara optimal. Dilihat di kasus 1, Kelahiran BBLR dan risiko kematiannya bisa
dicegah dengan meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan menangani para bayi yang
lahir dengan berat di bawah standar beberapa
hal juga sebaiknya diperhatikan, jika memang bayi akan dipindahkan atau dirujuk
sebaiknya pastikan terlebih dahulu bayi dalam kondisi stabil, karena jika tidak
stabil justru bisa memperburuk keadaannya. Bayi harus dikondisikan mulai dari
tekanan darahnya, oksigen, suhu serta emosi si bayi. Hal lainnya adalah ruangan
tempat melahirkan sebisa mungkin jaraknya dekat dengan ruang perawatan atau
inkubasi sehingga penangannya dapat dilakukan secepat mungkin
Kemudian, yang paling penting adalah
memperbesar akses pelayanan kesehatan sehingga mudah dijangkau masayarakat.
Peningkatan taraf sosial ekonomi keluarga juga penting menekan angka kematian
BBLR. sistem rujukan harus dibikin mudah dan praktis agar menembah daya akses
masayarakat ke pelayanan kesehatan. Dan, yang utama adalah bagaimana pemerintah
meningkatkan kesadaran orangtua terutama ibu untuk selalu berupaya mencari
pertolongan pertama di masa kritis bayinya yang lahir dengan berat badan
rendah.
Kasus 2, tentang beberapa alasan
orangtua yang tidak ingin imunisasi anaknya. Hal ini disebabkan beberapa alasan menurut data Riskesdas 2013,
dan beberapa alasan lain yaitu ibu lupa
anaknya sudah diimunisasi
atau belum, ibu
lupa berapa kali
sudah diimunisasi, ibu tidak mengetahui
secara pasti jenis
imunisasi, catatan dalam
KMS/ buku KIA tidak lengkap/tidak terisi,
tidak dapat menunjukkan
karena hilang atau
tidak disimpan oleh ibu. Alasan lainnya
karena subyek yang
ditanya tentang imunisasi
bukan ibu balita,
memory recall bias dari
ibu, ataupun ketidakakuratan pewawancara
saat proses wawancara
dan pencatatan. Imunisasi terhadap
ibu hamil (bumil), bayi dan balita, merupakan investasi jangka panjang, yang
hasilnya tidak bisa dilihat pada saat sekarang. Hasil dari imunisasi, akan
dirasakan 30 tahun kedepan.
Hal itu dikemukakan oleh Kepala Puskesmas Kelapa M Syafei Rangkuti kepada bangkapos.com Kamis (11/6/2015). Kalau bayi dan balita tidak terimunisasi secara lengkap, maka akan rentan penyakit, seperti terkena penyakit campak, TBC, TB.
Hal itu dikemukakan oleh Kepala Puskesmas Kelapa M Syafei Rangkuti kepada bangkapos.com Kamis (11/6/2015). Kalau bayi dan balita tidak terimunisasi secara lengkap, maka akan rentan penyakit, seperti terkena penyakit campak, TBC, TB.
Berdasarkan
analisis kasus di atas, kebijakan
pemerintah terhadap program imunisasi belum berhasil sesuai dengan pencapaian
target dan indikator keberhasilan dalam Universal Child Immunization (UCI)
yakni 85-85-85, artinya cakupan imunisasi dasar lengkap tercapai 85% merata di
tingkat kabupaten/kota, 85% tercapai merata di tingkat kecamatan/puskesmas dan
85% merata di tingkat desa/kelurahan. Hal tersebut dapat dilihat dari kasus
banyaknya balita di Papua yang belum
mendapat pelayanan imunisasi dasar. Padahal imunisasi dasar merupakan kebutuhan
yang penting bagi balita dalam menjaga sistem kekebalan tubuh agar dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik. Sebenarnya
program yang telah dicanangkan pemerintah akan pemerataan imunisasi dasar pada
bayi dan balita sudah cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari upaya
pemerintah dalam pencapaian MDG’s yakni dengan melakukan introduksi vaksin baru
berupa vaksin pentavalent (DPT/HB/Hib) menggantikan vaksin DPT-HB. Namun, masih
ditemukannya berbagai penyimpangan terhadap kebijakan tersebut seperti
penyelewengan anggaran APBD, kurangnya cakupan imunisasi, belum adanya komitmen
Pemerintah untuk mensukseskan program imunisasi serta kurangnya distribusi
penyedia layanan kesehatan.
Kasus 3, tentang masih banyaknya ibu
hamil memilih tempat persalinan di rumah disbanding di tempat pelayanan
kesehatan, padahal tempat persalinan
yang ideal adalah di rumah sakit karena apabila sewaktu-waktu memerlukan
penanganan kegawatdaruratan tersedia
fasilitas yang dibutuhkan
atau minimal bersalin
di fasilitas kesehatan lainnya
sehingga apabila perlu
rujukan dapat segera
dilakukan. Sebaliknya jika melahirkan di
rumah dan sewaktu-waktu
membutuhkan penanganan medis darurat
maka tidak dapat segera ditangani. Meskipun banyak kebijakan dari
pemerintah sekarang ini dari segi biaya persalinan yang diringankan namun belum
merata disetiap kalangan masyarakat. Kebijakan lain seperti antenatal care
(perawatan kehamilan) untuk ibu hamil pun serasa tidak mampu menggantikan
kepercayaan dan kenyamanan masyarakat untuk memilih persalinan di rumah dengan
dukun yang telah lama melakukan praktek. Pemerintah harusnya memberikan ruang
terhadap dukun terlatih agar bias bermitra dengan bidan dalam upaya peningkatan
kesehatan dan dalam mengurangi angka kematian ibu ataupun bayi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar