Selasa, 22 Maret 2016

Makalah Curent Issu

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kesehatan dan pendidikan merupakan pilar suatu negara dalam menentukan kemajuan dan kesejahteraan. Pendidikan menjamin tersedianya SDM (sumber daya manusia) yang profesional, beriman dan bertaqwa, bermoral dan berakhlak mulia, namun tanpa didukung kesehatan yang baik maka tidak akan tercipta SDM sebagaimana dimaksud tersebut. Pelayanan kesehatan saat ini merupakan kebutuhan utama dalam mempersiapkan masyarakat yang produktif berhasil guna dan berdaya guna sebagai tulang punggung kemajuan suatu bangsa. Indonesia dengan 230 juta penduduk memerlukan sarana pelayanan kesehatan yang profesional. Pelayanan kesehatan konvensional yang ada belum dapat menjangkau bagian terbesar dari penduduk tersebut, karenanya perlu dipersiapkan pola pelayanan kesehatan yang efektif, aman, mudah, murah. 
Menurut Peraturan Presiden No.72 tahun 2012, dikatakan bahwa Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sedangkan sehat menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Di negara India dan Cina, sejak dahulu selalu menekankan bahwa keselarasan, keserasian, dan keseimbangan di dalam hidup adalah suatu jalan menuju kepada kondisi kesehatan. Socrates selalu mengingatkan agar kita tidak memandang tubuh hanya bagian perbagian. Karena satu bagian tubuh akan sungguh dalam kondisi yang betul-betul baik apabila bagian tubuh yang lain juga baik. Jan Christian Smuts pada tahun 1926 kembali mengenalkan istilah holistik dalam dunia medis, tetapi kemudian holistik hanya sekedar menjadi sebuah kata tanpa aplikasi yang berarti.


Konsep kedokteran konvensional yang selama ini kita kenal, semakin lama semakin jauh dari usaha mencapai standar sehat yang menyeluruh. Pabrik-pabrik farmasi berlomba memproduksi obat-obatan sintesa kimia yang lebih ditujukan kepada menghilangkan gejala penyakit dan bukan pada penyebabnya. Ini disebabkan permintaan pasar (konsumen) yang menghendaki obat-obat yang instan. Konsep kesehatan telah ditakhlukkan oleh permintaan pasar yang keliru. Kesehatan adalah aset hidup yang harus dijaga dan dipertahankan. Hampir setiap orang akan berusaha semampunya untuk menjaga kesehatan tubuhnya tetap prima, karena tubuh adalah titipan Tuhan YME dan menjadi kewajiban bagi kita untuk menjaganya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana reformasi sektor kesehatan Indonesia tahun 2015 ?
2.      Bagaimana kebijakan sistem pembiayaan kesehatan Indonesia ?
3.       Bagaimana kebijakan pengorganisasian ?
4.      Bagaimana kebijakan regulasi ?
5.      Bagaimana kebijakan promosi kesehatan ?

C.    Tujuan
1.      Untuk memahami reformasi sektor kesehatan Indonesia tahun 2015
2.      Untuk memahamai sistem pembiayaan kesehatan Indonesia
3.      Untuk memahami  kebijakan pengorganisasian
4.      Untuk memahami kebijakan regulasi
5.      Untuk memahami kebijakan promosi kesehatan








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Reformasi Sektor Kesehatan Indonesia 2015
Pada tahun 2011, Kementerian Kesehatan menggulirkan 7 Reformasi Pembangunan Kesehatan yaitu :
1.      Revitalisasi pelayanan kesehatan
2.      Ketersediaan, distribusi, retensi dan mutu sumberdaya manusia,
3.      Mengupayakan ketersediaan, distribusi, keamanan, mutu, efektifitas, keterjangkauan obat, vaksin dan alkes,
4.      Jaminan kesehatan,
5.      Keberpihakan kepada daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK),
6.      Reformasi birokrasi dan
7.      World class health care.
JKN mempunyai tujuan yang terkait keadilan kesehatan. UU SJSN (2014) Pasal 2 menyatakan bahwa kebijakan ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan sistem, JKN sebagai sebuah kebijakan pembiayaan tidak dapat berdiri sendiri. Kebijakan ini sesuai dengan konsep Reformasi Sektor Kesehatan perlu dikelola bersama-sama dengan berbagai kebijakan di komponen lain dalam sistem kesehatan. Tanpa ada penggunaan konsep reformasi yang disengaja, ada kemungkinan JKN akan gagal mencapai tujuannya.
Perubahan di system kesehatan sering dipicu oleh komponen pembiayaan. Kebijakan JKN yang intinya perubahan kebijakan menghadapi resiko kegagalan karena tidak meratanya sisi supply (RS dan ketersediaan dokter). Indonesia sekarang ini membutuhkan konsep reformasi sector kesehatan, yaitu sebuah konsep yang dikembangkan oleh bank dunia dan Harvard University mengenai reformasi sektor kesehatan perlu dicermati. Reformasi system kesehatan merupakan sebuah upaya siklus yang mempunyai tujuan untuk mengubah system kesehatan guna meningkatkan kinerja.

Adapun pendekatan reformasi yang perlu diperhatikan, yaitu :
1.      Definisikan permasalahan yang dinyatakan dalam outcomes
2.      Nilai-nilai etik yang melandasi reformasi
3.      Analisa politik yang perlu dilakukan sepanjang proses
4.      Hubungan sebab-akibat (yang evidence-based) untuk menilai kinerja
5.      Membangun strategi reformasi yang berdasarkan determinan kinerja system
6.      Memperhatikan implementasinya
Ada 3 sasaran utama kinerja untuk reformasi :
1.      Status kesehatan
2.      Perlindungan resiko
3.      Kepuasan publik
Perangkat sector kesehatan bias diubah/dimodifikasi melalui kebijakan public. Mengubah setelan tombol pengendali (control knobs) yang dipakai untuk mempengaruhi hasil akan berpengaruh pada kinerja sector kesehatan. Berikut ini ada beberapa tombol pengendali kebijakan dalam reformasi kesehatan, yaitu :
a.       Pembiayaan
b.      Pembayaran
c.       Pengorganisasian
d.      Regulasi
e.       Promosi
B.     Tombol Pengendali (Control Knobs) Kebijakan Dalam Reformasi Kesehatan
1.      Kebijakan System Pembiayaan Kesehatan Indonesia
Sub system pembiayaan kesehatan merupakan salah satu bidang ilmu dari ekonomi kesehatan (health economy). Yang dimaksud dengan biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.


Dibawah ini adalah tabel fungsi dan tujuan dari pembiayaan kesehatan.
Fungsi
Tujuan
Revenue Collection
Meningkatkan dana untuk kesehatan secara cukup dan berkesinambungan. Dana ini untuk membiayai pelayanan paket esensial dasar dan perlindungan keuangan dari penyakit dan kecelakaan yang merugikan berdasarkan aspek pemerataan
pooling
Mengelola dana-dana tersebut dalam pool risiko kesehatan yang efisien dan merata
Purchasing & payment
Menjamin pembelian/pemerolehan dan pembayaran pelayanan kesehatan yang efisien secara teknis dan alokatif

1.1  mekanisme Revenue Collection
melalui mekanisme pemerintah/ lembaga asuransi kuasi pemerintah, seperti :
·         pajak langsung atau tidak langsung
·         pendapatan pemerintah yang berasal dari bukan pajak
·         kontribusi asuransi wajib dan potongan gaji
·         pembayaran premi ke pemerintah
·         grant dan pinjaman luar negeri
sedangkan dari masyarakat, berupa :
·         dari kantong pasien perorangan
·         yayasan-yayasan kemanusiaan
1.2  pemahaman pooling the risk
·         pooling yaitu bagaimana pengumpulan dana dibagikan yang mempunyai risiko kesehatan diantara pengumpul dana atau anggota kelompok (pool member)
·         dana yang dikumpulkan untuk kesehatan akan dibayarkan ke provider kesehatan
·         tempat penampungan (pools) dana bias berbagai macam, seperti anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah, asuransi kesehatan public dan swasta, dan asuransi kesehatan berbasis masyarakat.
1.3  pemahaman Purchasing
·         mekanisme pembayaran ke fasilitas kesehatan dan penyedia layanan kesehatan
·         3 komponen yaitu alokasi sumber daya, paket manfaat dan mekanisme pembayaran provider
Desain ini merupakan kompinen kunci yang sangat penting untuk pemerataan akses yang adil dan perlindungan terhadap resiko keuangan. Jaminan kesehatan sebagai amanah UU SJSN sebagai solusi untuk mengatasi masalah pembiayaan kesehatan yang semakin meningkat. Pengembangan jaminan untuk meniadakan hambatan pembiayaan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan terutama kelompok miskin dan rentan. Solusi masalah pembiayaan kesehatan mengarah pada peningkatan pendanaan kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan.
Peningkatan biaya pemeliharaan kesehatan menyulitkan akses sebagian besar masyarakat dalam memenuhi layanan kesehatan. Banyak faktor penyebab meningkatkannya pembiayaan kesehatan seperti penggunaan teknologi kesehatan yang semakin canggih, inflasi, pola penyakit kronik dan degeneratif, dan sebagainya sementara kemampuan penyediaan dana pemerintah maupun masyarakat sangat terbatas.
Arah pencapaian kepesertaan semesta (Universal Coverage) Jaminan Kesehatan pada akhir 2014  telah ditetapkan menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN). Pada RPJMN yang ditetapkan tahun 2010 itu pemerintah telah membuat kebijakan pembiayaan kesehatan terkait target Universal Coverage 2014 ketika 100 persen penduduk terjamin. Salah satu elemen target Universal Coverage, yaitu Jampersal (jaminan kesehatan persalinan). Meski penerapan UU No 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) masih belum maksimal diimplementasikan, target tersebut perlu didukung sebagai political will pemerintah dalam menjamin pemenuhan kesehatan masyarakat.
Realitas yang ada, baru sekitar 50 persen penduduk yang terjamin asuransi kesehatan atau skema jaminan kesehatan lainnya dan sebagian besar (sekitar 75 persen) dijamin melalui anggaran pemerintah bagi warga miskin. Anggaran kesehatan Indonesia relatif sangat kecil yakni hanya 1.7 persen dari total belanja pemerintah, baik melalui APBN maupun APBD (Propinsi dan Kabupaten Kota). Padahal UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan mengatur besaran anggaran kesehatan pusat adalah 5 persen dari APBN di luar gaji, sedangkan APBD Propinsi dan Kab/Kota 10 persen di luar gaji, dengan peruntukannya 2/3 untuk pelayanan publik. Meski terlihat kecil, justru ditemukan masih ada sisa anggaran yang tidak terserap di kementrian kesehatan. 
2.      Kebijakan Pengorganisasian
Organisasi sebagai suatu sistem dapat terbentuk karena adanya suatu penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama, sebagai perwujudan dan eksistensi dari sekumpulan orang di dalam masyarakat. Organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh masyarakat disekitarnya, karena memberikan kontribusi serta peran serta anggotanya sebagai sumber daya manusia dalam masyarakat itu sendiri, sehingga secara langsung akan menekan angka pengangguran. Orang-orang yang berada di dalam suatu organisasi, tentunya mempunyai suatu keterkaitan dan keterikatan yang selalu bertumbuh dan terjadi secara dinamis. Rasa keterkaitan ini, bukan berarti harus menjadi anggota seumur hidup. Akan tetapi sebaliknya, organisasi akan terus mengalami perubahan, dimana perubahan itu sendiri merupakan sesuatu yang harus terjadi dan merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari disaat mereka menjadi anggotanya.
Menurut para ahli terdapat beberapa pengertian organisasi, antara lain, sebagai berikut:
·         Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama (Stoner).
·         James D. Mooney, mengemukakan bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
·         Chester I. Bernard, berpendapat bahwa organisasi adalah merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
·         Stephen P. Robbins, menyatakan bahwa organisasi adalah kesatuan atau entitas sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
Adapun, bentuk organisasi jika dilihat dari jumlah pucuk pimpinan ada 2, yaitu bentuk tunggal dan jamak. Bentuk tunggal, jika pucuk pimpinan hanya satu (Presiden, Direktur, Kepala, Bupati, Camat, Lurah), sedangkan bentuk jamak, jika pucuk pimpinan ditangan beberapa orang sebagai kesatuan (Presidium, Direksi, Dewan, Majelis). Jika dilihat dari saluran wewenangnya, maka bisa terdiri dari bentuk jalur, fungsional serta jalur dan staf. -Bentuk Organisasi Jalur. Wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan organisasi di bawahnya dalam semua bidang pekerjaan, baik pokok maupun umum. Struktur organisasi adalah susunan atau tatanan yang menjelaskan hubungan antar unsur-unsur di dalam suatu organisasi. Adapun hubungan antara unsur-unsur organisasi tersebut adalah merupakan kumpulan orang-orang (pejabat dan staf) beserta dengan pembagian tugas atau kerja, termasuk sistem kerjasama/ sistem hubungan kerja. Selain struktur tetap suatu organisasi, kita juga mengenal satuan-satuan kerja, yang sering dibentuk secara khusus dalam suatu kegiatan organisasi. Satuan-satuan kerja yang sudah kita kenal, adalah:
·         Tim: sering untuk memecahkan kasus atau masalah serta penelitian. Contohnya, tim kesehatan, tim penilai/ lomba, tim peneliti kasus tertentu, dll.
·         Komisi: sering untuk melakukan pencarian data atau fakta dan pemberian nasehat. Contohnya, komisi hak asasi manusia, komisi kurikulum, komisi perdamaian,dll.
·         Komite: sering untuk melakukan pemeriksaan. Contohnya, komite proyek bendungan, komite perusahaan daerah, dll.
·         Satuan Tugas: sering untuk melakukan pekerjaan tertentu yang secara mendesak segera dilaksanakan. Contohnya, satgas bencana banjir, satgas gempa bumi, satgas kebakaran, dll.
·         Panitia: sering melakukan pekerjaan tertentu, yang tidak termasuk salah satu aktivitas yang sudah tersebut di atas. Contohnya, panitia ujian, panitia peringatan 17 Agustus, dll. untuk menjalankan suatu organisasi tersebut, kita harus memiliki suatu sistem kerja atau penggerak organisasi. Sistem ini akan menjadi landasan untuk menentukan arah dan kebijakan organisasi serta bagaimana implementasinya di lapangan dalam rangka mencapai tujuan organisasi tersebut. Sistem itu kita kenal sebagai manajemen organisasi.
Adapun manajemen ini mempunyai berbagai komponen fungsi, secara mendasar dapat dijelaskan sebagai berikut :
·         Planning (perencanaan), adalah sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi sampai dengan menetapkan alternatif kegiatan untuk pencapaiannya.
·         Organizing (pengorganisasian), adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
·         Actuating (directing, commanding, motivating, staffing, coordinating) atau fungsi penggerakan pelaksanaan, adalah proses bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja secara optimal menjalankan tugas-tugas pokoknya sesuai dengan keterampilan yang telah dimiliki, dan dukungan sumber daya yang tersedia.
·         Controlling (monitoring) atau pengawasan dan pengendalian (wasdal), adalah proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi penyimpangan.
Setelah mengetahui secara garis besar apa itu organisasi dan manajemen organisasi, maka sekarang kita coba memahami hal tersebut di atas tadi dalam kaitannya dengan manajemen organisasi kesehatan. Secara definisi, yang dimaksud dengan organisasi kesehatan adalah perpaduan secara sistematis dari pada bagian- bagian yang saling ketergantungan/ berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sedangkan tujuan umum dari organisasi kesehatan adalah untuk menyusun dan melaksanakan suatu program atau kebijakan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Jenis-jenis organisasi kesehatan yang ada di Indonesia, beberapa diantaranya adalah:
·         Organisasi kesehatan pemerintah pusat
·         Organisasi kesehatan pemerintah daerah
·         Rumah sakit, klinik dan puskesmas
·         Unit pelaksana teknik
·         Organisasi kesehatan swasta

Dalam penerapannya di dalam masyarakat, tentunya tujuan dari manajemen kesehatan tidak dapat disamakan dengan manajemen niaga (business administration) yang lebih banyak berorientasi pada upaya untuk mencari keuntungan finansial (profit oriented). Manajemen kesehatan lebih tepat digolongkan ke dalam administrasi umum/ publik (public administration) oleh karena organisasi kesehatan lebih mementingkan pencapaian kesejahteraan masyarakat umum.
3.      Kebijakan Regulasi
Regulasi kebijakan kesehatan di Indonesia harus memperhatikan teleradiologi yang mulai muncul. Di saat teknologi informasi berkembang sehingga memungkinkan dokter radiologi mendiagnosis gambar dari lokasi jauh, regulasilah yang harus mengatur. "Regulasi sebaiknya mengatur agar teleradiologi antar-propinsi bisa berlangsung. Kalau sekarang, izin praktek dokter kan hanya untuk satu wilayah," kata Purjono Agus Suhendro, pengamat electronic commerce dari Bloomberg Business Week, di Jakarta (16/10/2013).
Regulasi bisa dikatakan merupakan respons dari perkembangan masyarakat. Di saat kalangan kedokteran merasakan teleradiologi belum terlalu mendesak, maka sudah tentu Pemerintah Indonesia menganggap regulasinya itu belum terlalu perlu. "Sekarang kan yang melakukan teleradiologi belum terlalu banyak. Maka regulasinya dirasa belum terlalu perlu diadakan,"
a.       BENTUK-BENTUK REGULASI DALAM PELAYANAN KESEHATAN
Lisensi (perizinan), akreditasi, dan sertifikasi merupakan bentuk-bentuk pendekatan yang umum dilakukan dalam regulasi mutu pelayanan kesehatan (Hafez, 1997). Lisensi merupakan proses pemberian izin secara legal oleh lembaga yang kompeten biasanya pemerintah kepada individu atau organisasi untuk menjalankan praktik atau kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Perizinan baik perizinan sarana kesehatan maupun tenaga kesehatan diatur dalam mekanisme Legislasi (peraturan perundangan) guna mencegah adanya penyalahgunaan tugas maupun fungsinya.

Sertifikasi adalah kegiatan penilaian kepada seseorang maupun organisasi yang telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan, kegiatan ini dilakukan oleh lembaga yang mempunyai kewenangan dalam memberikan penilaian. Seperti sertifikat PPGD dan GELS untuk Perawat, ATLS dan ACLS untuk Dokter, sertifikat ISO 9000 untuk organisasi yang telah memenuhi standar dalam manajemen mutu. Akreditasi adalah proses formal yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang dan diakui untuk melakukan penilaian pada organisasi yang telah memenuhi standar yang telah ditetapkan. Seperti lembaga KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit), JCI (Joint Commission International) dan JCAHO di Amerika, ACHS di Australia. Dalam UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa Rumah Sakit wajib melakukan akreditasi secara berkala minimal tiga tahun sekali, serta dapat dilakukan oleh lembaga Independen baik dari dalam maupun luar negeri.
b.      PERAN PEMERINTAH DALAM REGULASI
Peran pemerintah dalam regulasi dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai pengarah, peran sebagai regulator, dan peran sebagai pelaksana pelayanan yang diregulasi (WHO, 2000, dalam Utarini, 2002).
Peran sebagai pengarah dalam regulasi pelayanan kesehatan, pemerintah menetapkan, melaksanakan, dan mementau aturan main sistem pelayanan kesehatan, menjamin keseimbangan berbagai pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan, dan menyusun rencana strategis untuk keseluruhan sistem kesehatan. Sebagai regulator, pemerintah melakukan pengawasan untuk menjamin agar organisasi pelayanan kesehatan memberikan pelayanan yang bermutu. sedangkan sebagai pelaksana dapat melalui sarana pelayanan kesehatan, dimana pemerintah berkewajiban menyediakan pelayanan yang bermutu.




c.       PERANMASYARAKAT DALAM REGULASI
Masyarakat mempunyai peran yang sangat penting serta ikut bertanggung jawab terhadap keberlangsungan regulasi dalam pelayanan kesehatan. Melalui Undang-undang no 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka Fasilitas pelayanan kesehatan wajib membuka informasi tentang kinerjanya kepada masyarakat melalui media massa, sehingga masyarakat mempunyai pilihan dalam memilih fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai kinerja yang baik, dan menghindari fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai kinerja buruk. Masyarakat juga dapat melakukan kendali terhadap sarana pelayanan kesehatan dengan membentuk lembaga independen yang memonitor kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan memberikan umpan balik guna perbaikan mutu dan kinerja dalam pelayanan kesehatan.
Indeks kepuasan pelanggan yang disampaikan oleh pelanggan melalui lembaga independen, kelompok masyarakat, maupun secara langsung kepada sarana pelayanan kesehatan merupakan mekanisme kontrol yang sangat bermanfaat guna menjamin mutu dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, dan mencegah adanya malpraktek yang membahayakan bagi keselamatan pelanggan. Dengan adanya Regulasi baik berupa Legislasi (peraturan perundang-undangan), Lisensi / perizinan, akreditasi, maupun sertifikasi dapat menjamin sarana pelayanan dan tenaga kesehatan mempunyai peran fungsi sesuai kaidah hukum dan sesuai standar yang berlaku, sehingga bagi pasien rasa aman dan terlindungi secara hukum merupakan hal yang paling utama, bagi petugas kesehatan tentunya dalam memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar yang berlaku.
4.      Kebijakan promosi kesehatan
Promosi Kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatannya. (Health promotion is the process of enabling people to control over and improve their health). Promosi kesehatan mencakup pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan. Promosi kesehatan juga mencakup pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada pengenalan produk/jasa melalui kampanye. Promosi kesehatan adalah juga upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang tekanannya pada penyebaran informasi. Promosi kesehatan juga merupakan upaya peningkatan (promotif), yang penekanannya pada upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Promosi kesehatan juga mencakup upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk mempengaruhi lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan (melalui upaya legislasi atau pembuatan peraturan, dukungan suasana dan lain-lain di berbagai bidang/sektor, sesuai keadaan). Promosi kesehatan adalah juga pengorganisasian masyarakat (community organization), pengembangan masyarakat (comm. Development), penggerakan masyarakat (social mobilization), pemberdayaan masyarakat (comm. Empowerment), dll. Ruang lingkup Promosi kesehatan bisa lebih luas lagi, sesuai dengan keadaan dan perkembangan.
Kegiatan nyata promosi kesehatan yang perlu dilakukan adalah :
·         Pemberdayaan masyarakat, yaitu upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian semua komponen masyarakat untuk dapat hidup sehat.
·         Pengembangan kemitraan, yaitu upaya untuk membangun hubungan para mitra kerja berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling memberikan manfaat.
·         Upaya advokasi, yaitu upaya untuk mendekati, mendampingi, da mempengaruhi para pembuat kebijakan sacara bijak, sehingga mereka sepakat untuk memberi dukungan terhadap pembangunan kesehatan.
·         Pembinaan suasana, yaitu kegiatan untuk membuat suasana atau iklim yang mendukung terwujudnya perilaku sehat dengan mengembangkan opini publik yang positif melalui media massa, tokoh masyarakat, “public figur”’ dll.
·         Pengembangan Sumber Daya Manusia, yaitu kegiatan pendidikan, pelatihan, pertemuan-pertemuan, dll untuk meningkatkan wawasan, kemauan, dan ketrampilan baik petugas kesehatan maupun kelompok-kelompok potensial masyarakat.
·         Pengembangan iptek, yaitu kegiatan untuk selalu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang promosi, informasi, komunikasi, pemasaran, advokasi, dll yang selalu tumbuh dan berkembang.
·         Pengembangan media dan sarana, yaitu kegiatan untuk “mempersenjatai” diri dengan penyediaan media dan sarana yang diperlukan untuk mendukung kegiatan promosi kesehatan.
·         Pengembangan Infra Struktur, yaitu kegiatan penunjang promosi kesehatan : sekretariat, tim promosi, serta berbagai perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan.















BAB III
                                                                    PENUTUP
A.    KESIMPULAN
JKN mempunyai tujuan yang terkait keadilan kesehatan. UU SJSN (2014) Pasal 2 menyatakan bahwa kebijakan ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan sistem, JKN sebagai sebuah kebijakan pembiayaan tidak dapat berdiri sendiri. Kebijakan ini sesuai dengan konsep Reformasi Sektor Kesehatan perlu dikelola bersama-sama dengan berbagai kebijakan di komponen lain dalam sistem kesehatan. Tanpa ada penggunaan konsep reformasi yang disengaja, ada kemungkinan JKN akan gagal mencapai tujuannya. Adapun tombol pengendali kebijakan dalm system reformasi kesehatan yaitu :
1.      Kebijakan pembiayaan dan pembayaran kesehatan
2.      Kebijakan pengorganisasian
3.      Kebijakan Regulasi
4.      Kebijakan promosi kesehatan

B.     SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini pembaca bisa memahami bagaimana sistem reformasi kesehatan di Indonesia dan semoga pembaca bisa memberikan masukan positif terhadap makalah ini agarn kedepannya dalam pembuatan makalah bisa diperbaiki.














DAFTAR PUSTAKA


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar