Minggu, 25 Maret 2018

Jurnal Penelitian Kawasan Tanpa Rokok (KTR)


JURNAL
Studi Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar



Oleh :
MUH. ARSYAD
70200113097

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2017




Contact Person :
Muh. Arsyad
085298449202








Studi Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar

1Muh. Arsyad, SKM. 2Dr. M. Fais Satrianegara, SKM., MARS.
3Irviani A. Ibrahim, SKM., M.Kes
1Bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Masyarakat
2Bidang Administrasi dan Manajemen Rumah Sakit Kesehatan Masyarakat
3Bidang Gizi Kesehatan Masyarakat
UIN Alauddin Makassar

 

ABSTRAK
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Alauddin Makassar sebagai salah satu ujung tombak fakultas yang berbasis kesehatan telah menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sejak tahun 2011. Seiring berjalannya waktu maka FKIK dianggap telah melaksanakan KTR, namun belum dapat dikatakan berjalan dengan efektif karena berdasarkan hasil observasi, masih banyak ditemukan perokok terutama pegawai, yang merokok di lingkungan FKIK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) implementasi Kebijakan KTR di FKIK dari segi input, proses dan output, (2) faktor penghambat dalam pelaksanaan Implementasi Kebijakan KTR di FKIK, (3) dukungan lembaga mahasiswa FKIK terhadap penerapan kebijakan.  Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Informan penelitian adalah Dekan, Wakil Dekan II, Ketua Jurusan, Pegawai akademik, satgas KTR, mahasiswa dan penjual rokok. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain : observasi, wawancara dan dokumentasi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah peneliti itu sendiri yang terlibat langsung dalam penelitian. Kemudian teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan triangulasi sumber.Teknik analisis data menggunakan model penelitian interaktif Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di FKIK tidak berjalan dengan efektif. Dalam pelaksanaan terdapat beberapa faktor yang menghambat yaitu : komunikasi yang kurang baik antar pelaksana ke kelompok sasaran, sumber daya manusia maupun anggaran yang masih kurang memadai, kurangnya komitmen dan dedikasi dari para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan, tidak ada stuktur birokrasi pengawas KTR, SOP dan tidak adanya Juknis dalam proses pelaksanaan kebijakan.

Kata Kunci : Kawasan Tanpa Rokok, Implementasi, FKIK




PENDAHULUAN
Merokok merupakan salah satu dari sekian banyaknya masalah kesehatan masyarakat karena dapat menimbulkan berbagai penyakit bahkan kematian. Hampir semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Merokok dapat mengakibatkan kanker paru (90%), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) 75%, dan 25% menjadi penyebab serangan jantung. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukan bahwa penyumbang kematian terbesar di Indonesia adalah  rokok, mencapai 57.000 orang per tahunya (Kemenkes RI, 2013).
Sangat mudah kita temukan orang yang merokok di lingkungan kampus, mulai dari dosen, pegawai, dan khususnya mahasiswa. Mahasiswa yang menjadi civitas kampus paling banyak tentunya juga menjadi penyumbang perokok aktif terbesar di dalam kampus jika dibandingkan dengan civitas kampus lainnya. Mahasiswa yang dikatakan sebagai kaum intelektual yang dapat berpikir kritis, dan yang seharusnya bisa menjadi contoh bagi masyarakat luar kampus ternyata masih banyak yang melakukan kebiasaan yang tidak sehat yaitu merokok. Jumlah perokok di Sulawesi Selatan sudah mencapai 27% dari total penduduk atau sekitar 17 batang perhari yang setara dengan satu bungkus untuk tiap orang dalam satu hari. (Riskesdas, 2013) Ini bukan merupakan suatu prestasi yang patut dibanggakan.
Dari fenomena tersebut, muncul gerakan anti rokok yang bertujuan untuk mengkampanyekan mengenai bahaya dari rokok. Selain adanya penggerak anti rokok dari kalangan masyarakat, pemerintah juga mengeluarkan beberapa peraturan tegas terkait rokok, yang salah satunya adalah peraturan mengenai KTR (Kawasan Tanpa Rokok). Sampai saat ini beberapa provinsi, kabupaten/kota, telah memiliki kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), namun terkadang masih ditemukannya orang yang merokok pada kawasan tanpa asap rokok tersebut. Berbagai riset yang mengungkapkan pentingnya kawasan tanpa rokok terhadap perilaku kebiasaan merokok. Hasil studi efektivitas penerapan kebijakan perda kawasan tanpa rokok oleh Nizwardi Azka (2013) menjelaskan bahwa terjadi kecenderungan penurunan perokok sebanyak 59% di tempat umum. Kebijakan ini membatasi gerak perokok aktif sehingga dapat memberikan perlindungan kepada perokok pasif. Hal senada di dukung oleh pusat promosi kesehatan (2011) yang menjabarkan manfaat penetapan kawasan tanpa rokok antara lain menurunkan angka kesakitan dengan mengubah perilaku masyarakat sehat, meningkatkan produktivitas kerja, kualitas udara yang sehat dan bersih, menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula.
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Kampus II di Jl Sultan Alauddin No.63 Samata Gowa, Sulawesi Selatan ini terdiri dari 9 fakultas, 1 gedung perpustakaan universitas, asrama mahasiswa, 4 gedung Cafetaria dan sejumlah kantin ataupun kios dengan jumlah populasi sebanyak 21.922 orang yang berpotensi sebagai perokok aktif dan pasif yang cukup besar (UINAM, 2016). Sayangnya belum ada peraturan pengendalian rokok dengan penegakan hukum yang jelas di wilayah kampus. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian fakultas mengijinkan mahasiswa merokok di lingkungan kampus. Dampak buruk rokok ini dapat dirasakan langsung maupun tidak langsung oleh para mahasiswa.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) adalah salah satu fakultas yang sudah menerapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) secara resmi di lingkungan fakultas pada 9 Desember tahun 2014 dengan penandatanganan pengesahan oleh Dekan FKIK. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) terdiri dari enam prodi diantaranya adalah Pendidikan Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, Keperawatan, Farmasi, Kebidanan dan profesi Ners dengan total 1.428 orang dengan rincian 221 orang mahasiswa dan 1.207 orang mahasiswi, dimana berpotensi sebagai perokok aktif dan pasif di lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK).
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar.


BAHAN DAN METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus atau Case Study. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya dan bertujuan mengungkapkan gejala secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci (Sugiarto, 2015). Pendekatan studi kasus digunakan karena pendekatan ini membantu peneliti mendapatkan informasi yang aktual terhadap suatu kasus secara mendalam dan dari semua pihak yang mengetahui dan lebih mengenal kasus yang ditemukan di lokasi penelitian. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juli sampai bulan Oktober. Sedangkan lokasi penelitian ini bertempat di lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar. Metode pemilihan informan dilakukan sesuai dengan prinsip purpose sampling. Analisis yang digunakan yaitu triangulasi sumber sehingga interpretasi yang dihasilkan sesuai dengan informasi yang didapatkan dari informan.

HASIL PENELITIAN
Komunikasi
Untuk Surat Keputusan (SK) tentang KTR di lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) ini telah diterapkan dengan SK yang telah dibuat oleh Dekan sebelumnya.
"Kawasan Tanpa Rokok itu sudah lama sebelum saya jadi Dekan, sejak dekan pertama disini sudah ada. Ada SK Dekan yang dulu, bukan dari saya itu SK Dekan yang lama sebenanrya, Prof. Rusli Ngatimin kalo saya nggak salah itu yang buat SK. Jadi itu sudah ada, SK Kawasan Tanpa Rokok, bukan SK melarang merokok  "
               (Dekan FKIK, Laki-laki, 62 Tahun, Juli 2017)
Media promosi tentang larangan merokok ataupun tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) seperti spanduk sudah terdapat di beberapa titik tempat yang ada di FKIK namun tidak banyak atau tidak mencukupi disetiap tempat yang ditentukan sebagai area KTR.
“iya ada kayaknya itu baliho larangan merokok di tembok fakultas tertempel tapi cara pasangnya tidak meratai karena hanya di lantai satu dan lantai dua ji yang ada, untuk lantai atas itu tidak ada”
       (AW, Laki-laki, 20 tahun, Juli 2017)
 “Belum secara konsisten, karena seharusnya ini harus ada yang kawal. Karena lahirnya sebuah kebijakan itu biasanya direspon sesaat karena kebetulan ini di FKIK maka secara alamiah memang menjadi keharusan bahwa tidak ada perilaku merokok di fakultas”
   (HI, Ket.jurusan, Laki-laki, 38 Tahun, Oktober 2017)
Penetapan tempat-tempat yang dijadikan sebagai area kawasan tanpa rokok untuk FKIK sudah seharusnya mencakup seluruh area lingkungan fakultas namun itu tidak efektif.
“Kalopun itu aturan larangan merokok ada di fakultas, pastinya semua area fakultas itu termasuk KTR, tapi tidak efektif itu”
       (HH, Kasubag, Laki-laki, 57 Tahun, Oktober 2017)

Sumber Daya
Rapat penerapan KTR di ikuti oleh semua civitas akademika termasuk perwakilan tiap prodi.
“Pada waktu rapat dulu, jadi tiap-tiap perwakilan dari prodi itu di kumpulkan, dulu saya masih menjabat sebagai kepala lab ya dan seingat saya itu dulu ada pak Hasbi Ibrahim, ibu Firda, ada dari Farmasi juga itu. Nah, lalu kemudian itu dirapatkan pembentukan Satgas Anti Rokok, sudah ada pedoman dan itu sebenarnya sudah masuk kedalam Senat.
                                              (DN, Satgas KTR, Perempuan, 38 Tahun, Oktober 2017)
Pedoman penerapan kawasan tanpa rokok di FKIK sudah ada namun karena aturan hukum yang belum jelas dan kurangnya kesadaran pribadi sehingga pelaksanaan kebijakan ini menjadi susah untuk di terapkan.
“Sudah ada pedomannya,..
         (DN, Satgas KTR, Perempuan, 38 Tahun, Oktober 2017)
“Sudah ada dibuat pedoman resminya, tapi semua itu sangat sulit diterapkan karena yang pertama tidak ada aturan hukumnya, jadi susah untuk diterapkan. Yang kedua adalah, merokok merupakan ketagihan atau ketergantungan dengan rokok. Kita mau larang, tidak ada dasar hukumya, apa undang-undangnya. Jadi, imbauan dan kesadaran saja”
                                                  (Dekan FKIK, Laki-laki, 62 Tahun, Juli 2017)
Tidak ada dana dalam penerapan kebijakan kawasan tanpa rokok di FKIK.
“Untuk dana itu tidak ada”
       (WD II, Perempuan, 37 Tahun, Juli 2017)
“Tidak boleh ada dana untuk kebijakan seperti itu, itu peraturan dari APBD”
   (Dekan FKIK, Laki-laki, 62 Tahun, Juli 2017)

Disposisi
Masih sering didapati orang yang merokok di area fakultas baik itu mahasiswa, dosen ataupun pegawai.
“Masih sering skali ada yang merokok terutama pegawai-pegawai FKIK itu sendiri. Walaupun mereka merokok pada tempat-tempat tertentu tapi itu juga memberikan indikator-indikator bahwa kebijakan KTR ini belum dilaksanakan dengan baik karena pengawasannya masih sangat lemah”
             (HI, K et. Jurusan, Laki-laki, 38 Tahun, Oktober 2107)
“Biasa kalau mauka merokok liat-liat tonja situasi kalau tidak ada dosen baruka merokok kalo lagi santai biasa di kelasji atau di skitar kelas”
              (F, Laki-laki, 22 Tahun, Oktober 2017)
“Iya merokok kan tapi bukan waktu kerja sambil merokok toh di luar ruanganja juga”
             (A, Laki-laki,  34 Tahun, Oktober 2017)
Belum ada sanksi ataupun hukuman yang jelas bagi pelanggar karena tidak ada aturan yang jelas yang mengatur tentang sanksi.
“Sebenarnya karena kita tidak memiliki aturan tertulis, atau surat keterangan tentang sanksi atau hukuman kita tidak bisa memberikan sanksi sembarangan. Kalau SK ada, tapi keterangan tentang sanksi kan belum jelas, karena kalau ada keterangan sanksi yang jelas misalkan sudah ditegur satu atau duakali itu baru diberikan sanksi”
                                                                      (WD II, Perempuan, 37 Tahun, Juli 2017)
“Denda apa kenapa mau didenda na tidak ada peraturan dendanya”
              (A, Laki-laki, 34 Tahun, Oktober 2017)
“Ahh tidak ada sanksi atau denda”
        (O, Laki-laki, 38 Tahun, Oktober 2017)

Struktur Birokrasi
Sudah dibentuk komite pengawas KTR, namun pengawas KTR di semua unit fakultas seakan telah lupa dan melalaikan tugas mereka sebagai satgas KTR.
 “Sudah dibentuk itu komitenya, kelompok kerjanya, kebijakannya. Komite adalah termasuk yang mengawasi sirkulasi pelaksanaan ketika kebijakan ini diterapkan. Dan seharusnya pengawasnya adalah kabag dan  kasubag untuk pegawai sementara untuk prodi itu mengawas dosen dan mahasiswa tapi kenyataan tidak ada selain saya itu yang berani menegur langsung”
          (DN, Satgas KTR, Perempuan, 38 Tahun, Oktober 2107)
Kendala-kendala penerapan KTR di FKIK
Ada dua kendala yang dialami oleh penerapan kebijakan kawasan tanpa rokok ini yaitu aturan yang belum jelas dan karena perokok yang ketagihan.
“Kendalanya yang pertama itu tidak ada aturannya, kalau ada aturan gampang kita terapkan. Yang kedua itu, ketagihan atau ketergantungan terhadap rokok itu susah kita rubah. Jadi kita isolasi saja dia yang merokok, kita isolir kawasan merokok dia itu di gazebo fakultas”
              (Dekan FKIK, Laki-laki, 62 Tahun, Juli 2017)

“Yang perlu adalah sinergitas antara lembaga mahasiswa dengan pihak fakultas dalam programnya itu supaya terjalin sinergitas dan saling mendukung antara pihak fakultas dengan lembaga mahasiswa itu akan lebih baik”
              (HI, Ket. Jurusan, Laki-laki, 38 Tahun, Oktober 2017)

Dukungan Lembaga Mahasiswa dalam penerapan kawasan tanpa rokok di FKIK
Pihak lembaga sangat mendukung kebijakan seperti ini. Seperti kutipan wawancara dengan salah satu informan berikut :
“Saya sebagai orang yang juga tidak merokok jelas dan sangat mendukung. Tetapi kita kembalikan lagi kepada orang yang merokok bagaimana nantinya, karena seperti kita ketahui sama-sama bahwa ketika orang yang ditanya apakah ia mau berhenti merokok dia akan jawab dia ingin berhenti, tapi untuk behentinya itu yang susah, harus secara perlahan untuk membuat perokok itu tidak merokok lagi. Jadi kita tidak bisa serta merta melarang mereka merokok. Jadi bagaimana kita bisa menggunakan kebijakan tersebut untuk bisa membuat perokok sedikit-demi sedikit mengurangi konsumsi rokoknya”
                                                   (SEMA FKIK, Laki-laki, 21 Tahun, Juli 2017)
Kita sangat mendukung penerapan kebijakan itu karena yang pertama kita ingin belajar dan punya kenyamanan di kampus karena otomatis asap rokok yang yang didapatkan dari perokok itu bisa sangat mengganggu kesehatan bagi si perokok pasif apalagi kita dari kesehatan, jadi kami sangat mendukung penerapan KTR ini”
          (HMJ, Laki-laki, 20 Tahun, Juli 2017)
“Kita kan anak kesehatan jelas kita tahu bahwa merokok itu perilaku yang tidak sehat jadi jelas kita sangat mendukung kegiatan-keguiatan yang mengarah ke hal-hal baik. Dan untuk lembaga kami memang tidak ada program khusus terkait KTR tapi kami menerapkan ke semua pengurus lembaga jika kami menemukan beberapa orang yang merokok itu  kami usahakan menegur dengan cara yang sopan. Misalnya jangan ki merokok di area fakultas..”
           (HMD, Perempuan, 20 Tahun, Juli 2017)

“Kalau dukungan sudah pasti. Jelas bahwa kita semua kan mau kalau FKIK ini sebagai pelopor fakultas di UIN memiliki KTR. Tapi kalau dari pimpinan tidak ada kerjasama yang baik kan susah”
                 (Duta Anti Rokok B, Laki-laki, 22 Tahun, Juli 2017)
Seharusnya pihak lembaga mahasiswa lebih kreatif dalam mensosialisasikan kebijakan KTR ini di fakultas karena lembaga mahasiswa merupakan pionir inisiator program kerja di fakultas.
“Lembaga mahasiswa jangan menunggu siap mendukung begitu, karena itu bahasa-bahasa kita orang kedua. Kita ini fakultas ilmu kesehatan seharusnya menjadi pionir inisiator dalam berbagai bentuk upaya dalam rangka upaya hidup sehat. Lembaga mahasiswa seharusnya melahirkan kegiatan yang sifatnya secara langsung, tidak menunggu arahan pihak fakultas. Tentu mereka kan punya kreatifitas sendiri terkait kawasan tanpa rokok”
              (HI, Ket. Jurusan, Laki-laki, 38 Tahun, Oktober 2017)

PEMBAHASAN
Upaya pengamanan terhadap bahaya merokok melalui penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) telah dilakukan melalui Kebijakan Dekan FKIK Universitas islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar dikeluarkan dalam rangka peningkatan upaya penanggulangan bahaya akibat merokok guna meningkatkan kualitas kesehatan warga kampus khususnya di lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) dan menjaga agar udara di lingkungan fakultas tetap bersih terbebas dari polusi akibat asap rokok.
Kebijakan/Peraturan Dekan FKIK Universitas islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar di tetapkan sebagai tindak lanjut dari beberapa kebijakan kawasan tanpa rokok yang telah terlebih dahulu ada, diantaranya Peraturan kawasan tanpa rokok di Fakutas Ilmu Kesehatan (Fikes) oleh Dr. dr. H. Rasyidin Abdullah, M.P.H..MH.Kes (Dekan periode 4 Oktober 2011 s.d 1 Juli 2013), Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 161/Menkes/Inst/III/1990 tentang Lingkungan Kerja Bebas Asap Rokok, Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No.188/Menkes/PB/I/2011 No. 7 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, perlu dipertimbangkan pula perlindungan hak asasi manusia di kampus khususnya Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
Keberhasilan implementasi dapat dipengaruhi faktor-faktor yang  memiliki keterkaitan satu sama lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di FKIK untuk melihat  haktor - faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), peneliti berpatokan pada metode George C Edwards III. Model implemantasi kebijakan ini berperspektif top down.  Subarsono (2011: 90) berpendapat bahwa faktor-faktor keberhasilan  implementasi kebijakan terdiri atas komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berdiri sendiri namun juga saling berkaitan. Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini peneliti dapat menjelaskan variabel-variabel keberhasilan implementasi kebijakan sebagai berikut :
                                                                                   








Komunikasi
Salah satu yang membuat kebijakan ini tidak berjalan secara efektif adalah karena kurangnya komunikasi dalam hal ini sosialisasi yang dilakukan oleh pihak implementor kepada kelompok sasaran (target group). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistianto, dkk (2015) tentang implementasi kebijakan KTR di Universitas Negeri Yogyakarta bahwa yang menjadi penghambat pelaksanaan kebijakan tersebut adalah komunikasi yang kurang baik antar pelaksana ke kelompok sasaran. Meskipun kebijakan kawasan tanpa rokok sudah resmi diterapkan di FKIK dengan adanya SK oleh Dekan sebelumnya, namun belum dilakukan pembaharuan dan perbaikan oleh Dekan yang sekarang. Sehingga masih banyak hal-hal yang perlu ditambah dan diperbaiki dalam penerapan kebijakan tersebut.
Pihak implementor tidak melakukan kerja sama yang baik antar satgas KTR maupun dengan lembaga mahasiswa yang seharusnya dapat membantu mensosialisasikan tentang kawasan tanpa rokok, larangan merokok dan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh rokok kepada kelompok sasaran sehingga tidak didapatkan kejelasan tentang tujuan dan manfaat kebijakan tersebut diterapakan.  Apabila penyampaian tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, tidak memberikan pemahaman atau bahkan tujuan dan sasaran kebijakan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi suatu penolakan atau resistensi dari kelompok sasaran yang bersangkutan
Sumber Daya
Pihak pelaksana kebijakan adalah jajaran dosen dan pegawai sedangkan yang menjadi sasaran utama kebijakan tersebut adalah mahasiswa(i) yang ada di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan. Pelaksana kebijakan tidak memiliki pedoman yang jelas dalam menjalankan tugasnya sehingga pembagian tugas tidak merata dan efisien. Peneliti melakukan wawancara dengan Dekan FKIK tentang pedoman pelaksanaan kebijakan tersebut dan diperoleh bahwa pedoman kebijakan sudah ada namun susah untuk diterapkan karena tidak ada aturan yang jelas tentang larangan merokok. Dalam penerapan kebijakan kawasan tanpa rokok di FKIK tidak memiliki sumber daya finansial atau dana untuk menjalankan kebijakan ini sehingga proses penerapan kebijakan kawasan tanpa rokok di FKIK tidak berjalan secara efisien terkhusus untuk pengadaan infrastruktur pendukung kawasan tanpa rokok di FKIK. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistianto dkk (2015) bahwa sumber daya manusia dan anggaran yang kurang memadai menjadi salah satu faktor penghambat pelaksanaan implementasi kebijakan KTR di Universitas Negeri Yogyakarta. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwosetiyo (2015) bahwa dukungan dana bagi pelaksanaan KTR merupakan faktor pendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan tersebut.

Disposisi
Disposisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap pihak implementor tentang komitmen dan kejujuran dalam pengimplementasian kebijakan kawasan tanpa rokok di FKIK menunjukkan bahwa masih sering ditemukan pelanggaran-pelanggaran oleh oknum pegawai yang seharusnya memberikan contoh yang baik terhadap mahasiswa namun lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga di kalangan mahasiswa pun masih sering ditemukan pelanggaran-pelanggaran seperti merokok di lingkungan fakultas. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistianto, dkk (2015) bahwa kurangnya komitmen dan dedikasi dari para pelaksana ke kelompok sasaran membuat proses implementasi kebijakan tidak berjalan seperti yang diinginkan karena pihak implementor tidak memberikan disposisi yang baik kepada kelompok sasaran. Tidak ada sanksi atau hukuman yang tegas oleh pihak implementor  yang diberikan kepada orang yang melanggar aturan tersebut sehingga tidak menimbulkan efek jerah kepada si perokok untuk tidak merokok lagi di area FKIK.
Kebijakan yang dibuat oleh pimpinan fakultas dalam hal ini Dekan FKIK sudah seharusnya ditaati dan dipatuhi oleh bawahan dalam hal ini civitas akademika baik pegawai maupun mahasiswa(i) selama kebijakan tersebut tidak mengarah kepada kemaksiatan. Seperti dalam sebuah hadis tentang batasan-batasan ketaatan kepada pemimpin yang menyatakan bahwa tidak semua perintah seorang pemimpin harus ditaati dan dipatuhi yaitu jika perintah tersebut mengarah kepada kemaksiatan. Jadi selama perintah pemimpin tidak mengarah kepada kemaksiatan maka patutlah kita taati dan patuhi perintah tersebut. Adapun hadis tersebut yaitu :

 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ                     

Artinya :
Ibn umar r.a berkata : bersabda Nabi saw. : “Seorang muslim wajib mendengar dan  ta’at pada pemerintahannya, dalam apa yang disetujui atau tidak disetujui, kecuali jika diperintah ma’siyat. Maka apabila disuruh ma’siyat, maka tidak wajib mendengar dan tidak wajib ta’at.” (H.R. Muslim)
(Dikeluarkan oleh Imam Bukhari, dalam (93) kitab: “al-Ahkam,” (4) bab: “Mendengarkan dan menaati pemimpin selagi tidak memerintahkan untuk berbuat dosa.”)

Hadis di atas menunjukkan kepada kita bahwa kepatuhan seorang rakyat terhadap pemimpin tidaklah mutlak. Ada batasan-batasan tertentu dimana seorang rakyat wajib taat dan patuh dan ada pula saat dimana rakyat tidak perlu patuh, bahkan boleh berontak atau melawan. Dalam hadis di atas, batasan-batasan kepatuhan terhadap pemimpin itu adalah selama pemimpin tidak memerintahkan rakyatnya untuk berbuat maksiat. 

Struktur Birokrasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah dilakukan pembentukan komite atau badan pegawas KTR oleh pihak implementor yang berdasarkan pada Standard Operating Procedure (SOP) pada rapat senat yang telah dilakukan oleh pimpinan fakultas, pegawai dan perwakilan tiap prodi. Namun, karena reorganisasi dan pergantian beberapa struktur pegawai maka beberapa satgas KTR perlahan melupakan tugas dan tanggung jawabnya, inilah kemudian yang membuat lemahnya pengawasan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistianto, dkk (2015) bahwa tidak adanya struktur birokrasi dan SOP dalam proses pelaksanaan kebijakan KTR di Universitas Negeri Yogyakarta membuat kebijakan tersebut tidak berjalan secara efektif. Badan pengawas KTR (satgas) seharusnya lebih meningkatkan komunikasi dan kerjasamanya dalam melakukan pengawasan penerapan kebijakan tersebut.

Dukungan Lembaga Mahasiswa terhadap Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di FKIK
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Alauddin Makassar memiliki beberapa lembaga mahasiswa yang bernaun di dalamnya. Seperti : Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Himpunan Mahasiswa Diploma (HMD), Dewan Mahasiswa (DEMA), Senat Mahasiswa (SEMA) dan Komunitas Duta Anti Rokok. Pihak lembaga mahasiswa siap memenjadi fasilitator dan ikut mensosialisasikan tentang larangan merokok, bahaya rokok terkhusus kawasan tanpa rokok yang ada di FKIK mulai dari maba yang baru masuk pada saat OPAK Fakultas sampai pada mahasiswa yang sudah aktif kuliah. Informan lain juga mengatakan bahwa penerapan kawasan tanpa rokok merupakan suatu langkah atau gerakan yang akan membawa kita kepada hal-hal baik jadi kebijakan seperti ini sangat didukung.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka di dapatkan kesimpulan bahwa kebijakan kawasan tanpa rokok di FKIK UIN Alauddin Makassar tidak berjalan efektif dikarenakan : (1)  komunikasi masih belum terlaksana dengan baik antara pihak implementor dengan kelompok sasaran (group target), (2) secara umum sumber daya yang terlibat dalam implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di FKIK belum memiliki sumber  daya  finansial dan sumber daya fasilitas  yang  mencukupi, (3) Dalam  implementasi  kebijakan kawasan tanpa rokok di FKIK,  implementor yaitu seluruh pimpinan setiap unit kerja di FKIK, belum mampu menunjukan karakter yang baik, dilain sisi sikap pelaksana tidak menunjukan sikap tegas dalam memberi sanksi terhadap kelompok sasaran yang melanggar dan (4) karena di FKIK belum dibuat regulasi berupa SOP secara keseluruhan yang mengatur secara spesifik pembagian tugas pelaksanaan kebijakan, sehingga dalam pelaksanaannya menjadi tidak terstruktur dan tidak berjalan dengan efektif meskipun semua pihak lembaga mahasiswa yang ada di FKIK mendukung secara penuh penerapan kebijakan tersebut.

SARAN
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di FKIK, maka (1) pihak pimpinan FKIK perlu meningkatkan komunikasi dari dimensi konsistensi, kejelasan informasi dan transmisi antar pelaksana kebijakan maupun implemetor dengan kelompok sasaran (2) Dalam opak fakultas perlu disampaikan kepada mahasiswa baru bahwa FKIK merupakan ruang publik yang harus dijaga kebersihan udaranya dari asap rokok (3) perlunya monitoring dalam pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok  di FKIK (4) perlunya manual prosedure, SOP, dan Juknis agar implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di FKIK lebih bisa difokuskan oleh implementor dan harus ada sanksi yang jelas bagi yang melanggar, berlaku bagi implementor maupun kelompok sasaran.

DAFTAR PUSTAKA
Eko S. (2015). Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif Skripsi Dan Tesis. Yogyakarta: Suaka Media. 
Fardhon H. (2012). Berhenti Merokok Itu Gampang-Gampang Susah. Jakarta: Densuco Cipta Perkasa.
Firdiana A. (2014). Gambaran Sikap Mahasiswa Unpad Terhadap Kawasan Tanpa Rokok di Kampus Unpad. Jatinagor : Unpad. Hal. 8
Kementrian Kesehatan RI. (2013). Perilaku Merokok Masyarakat Indonesia berdasarkan RISKESDAS 2013. Jakarta
Al-Mawardi. (2016). Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, Hukum-hukum penyelenggaraan negara dalam syariat islam. Bekasi: PT Darul Falah
Rusli B. (2013). Kebijakan Publik Membangun Pelayanan Publik Yang Responsif. Cetakan Pertama. Bandung : Hakim Publishing.
Saptorini K. (2013) Tingkat Partisipasi Mahasiswa Dalam Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Semarang : Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Jurnal Visikes. Vol. 12 No. 2
Setiyo N. (2015). Evaluasi Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta : FIK Universitas Muhammadiyah Surakarta. Naskah Publikasi. Hal 7
Tria F. (2014). Pengaruh Persepsi Mahasiswa Terhadap Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Dukungan Penerapannya  Di  Universitas Sumatera Utara. Medan : Universitas Sumatera Utara. Hal. 30
Wahab A. (2008). Analisis Pengantar Kebijakan Publik. Malang: UMM Press.
Waliyanti E. (2016). Sikap Mahasiswa Terhadap Kebijakan Kampus Bebas Asap Rokok di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta : Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY. Naskah Publikasih. Hal. 5