JURNAL
Studi
Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar
Oleh :
MUH. ARSYAD
70200113097
JURUSAN
KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN
2017
Contact Person :
Muh. Arsyad
085298449202
Studi
Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar
1Muh. Arsyad, SKM. 2Dr. M. Fais Satrianegara, SKM., MARS.
3Irviani A. Ibrahim, SKM., M.Kes
1Bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Masyarakat
2Bidang Administrasi dan Manajemen Rumah Sakit Kesehatan Masyarakat
3Bidang Gizi Kesehatan Masyarakat
UIN Alauddin Makassar
ABSTRAK
Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Alauddin Makassar sebagai salah satu
ujung tombak fakultas yang berbasis kesehatan telah menerapkan Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) sejak tahun 2011. Seiring berjalannya waktu maka FKIK dianggap
telah melaksanakan KTR, namun belum dapat dikatakan berjalan dengan efektif
karena berdasarkan hasil observasi, masih banyak ditemukan perokok terutama pegawai,
yang merokok di lingkungan FKIK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1)
implementasi Kebijakan KTR di FKIK dari segi input, proses dan output, (2)
faktor penghambat dalam pelaksanaan Implementasi Kebijakan KTR di FKIK, (3)
dukungan lembaga mahasiswa FKIK terhadap penerapan kebijakan. Jenis penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan metode studi kasus. Informan penelitian adalah Dekan, Wakil
Dekan II, Ketua Jurusan, Pegawai akademik, satgas KTR, mahasiswa dan penjual
rokok. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain : observasi,
wawancara dan dokumentasi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah peneliti
itu sendiri yang terlibat langsung dalam penelitian. Kemudian teknik
pemeriksaan keabsahan data menggunakan triangulasi sumber.Teknik analisis data
menggunakan model penelitian interaktif Miles dan Huberman. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa proses implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di FKIK
tidak berjalan dengan efektif. Dalam pelaksanaan terdapat beberapa faktor yang
menghambat yaitu : komunikasi yang kurang baik antar pelaksana ke kelompok
sasaran, sumber daya manusia maupun anggaran yang masih kurang memadai, kurangnya
komitmen dan dedikasi dari para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan, tidak
ada stuktur birokrasi pengawas KTR, SOP dan tidak adanya Juknis dalam proses
pelaksanaan kebijakan.
Kata Kunci : Kawasan Tanpa
Rokok, Implementasi, FKIK
PENDAHULUAN
Merokok merupakan
salah satu dari sekian banyaknya masalah kesehatan masyarakat karena dapat
menimbulkan berbagai penyakit bahkan kematian. Hampir semua orang tahu akan
bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Merokok dapat mengakibatkan kanker paru
(90%), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) 75%, dan 25% menjadi penyebab
serangan jantung. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukan
bahwa penyumbang kematian terbesar di Indonesia adalah rokok, mencapai 57.000 orang per tahunya
(Kemenkes RI, 2013).
Sangat mudah kita
temukan orang yang merokok di lingkungan kampus, mulai dari dosen, pegawai, dan
khususnya mahasiswa. Mahasiswa yang menjadi civitas kampus paling banyak
tentunya juga menjadi penyumbang perokok aktif terbesar di dalam kampus jika
dibandingkan dengan civitas kampus lainnya. Mahasiswa yang dikatakan sebagai
kaum intelektual yang dapat berpikir kritis, dan yang seharusnya bisa menjadi
contoh bagi masyarakat luar kampus ternyata masih banyak yang melakukan
kebiasaan yang tidak sehat yaitu merokok. Jumlah perokok di
Sulawesi Selatan sudah mencapai 27% dari total penduduk atau sekitar 17 batang
perhari yang setara dengan satu bungkus untuk tiap orang dalam satu hari.
(Riskesdas, 2013) Ini bukan merupakan suatu prestasi yang patut dibanggakan.
Dari fenomena
tersebut, muncul gerakan anti rokok yang bertujuan untuk mengkampanyekan
mengenai bahaya dari rokok. Selain adanya penggerak anti rokok dari kalangan
masyarakat, pemerintah juga mengeluarkan beberapa peraturan tegas terkait
rokok, yang salah satunya adalah peraturan mengenai KTR (Kawasan Tanpa Rokok).
Sampai saat ini beberapa provinsi, kabupaten/kota, telah memiliki kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR), namun terkadang masih ditemukannya orang yang
merokok pada kawasan tanpa asap rokok tersebut. Berbagai riset yang mengungkapkan pentingnya kawasan tanpa
rokok terhadap perilaku kebiasaan merokok. Hasil studi efektivitas penerapan
kebijakan perda kawasan tanpa rokok oleh Nizwardi Azka (2013) menjelaskan bahwa
terjadi kecenderungan penurunan perokok sebanyak 59% di tempat umum. Kebijakan
ini membatasi gerak perokok aktif sehingga dapat memberikan perlindungan kepada
perokok pasif. Hal senada di dukung oleh pusat promosi kesehatan (2011) yang menjabarkan
manfaat penetapan kawasan tanpa rokok antara lain menurunkan angka kesakitan
dengan mengubah perilaku masyarakat sehat, meningkatkan produktivitas kerja,
kualitas udara yang sehat dan bersih, menurunkan angka perokok dan mencegah
perokok pemula.
Universitas Islam
Negeri (UIN) Alauddin Makassar Kampus II di Jl
Sultan Alauddin No.63 Samata Gowa, Sulawesi Selatan ini terdiri dari 9
fakultas, 1 gedung perpustakaan universitas, asrama mahasiswa,
4 gedung Cafetaria dan sejumlah kantin
ataupun kios dengan jumlah populasi sebanyak 21.922 orang
yang berpotensi
sebagai perokok aktif dan pasif yang cukup besar (UINAM, 2016). Sayangnya belum
ada peraturan pengendalian rokok dengan penegakan hukum yang jelas di wilayah
kampus. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian fakultas mengijinkan mahasiswa
merokok di lingkungan kampus. Dampak buruk rokok ini dapat dirasakan langsung
maupun tidak langsung oleh para mahasiswa.
Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) adalah salah satu fakultas yang sudah
menerapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) secara resmi di lingkungan
fakultas pada 9 Desember tahun 2014 dengan penandatanganan pengesahan oleh
Dekan FKIK. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) terdiri dari enam
prodi diantaranya adalah Pendidikan Kedokteran, Kesehatan Masyarakat,
Keperawatan, Farmasi, Kebidanan dan profesi Ners dengan total 1.428 orang
dengan rincian 221 orang mahasiswa dan 1.207 orang mahasiswi, dimana berpotensi
sebagai perokok aktif dan pasif di lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK).
Berdasarkan
uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana Implementasi Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Alauddin Makassar.
BAHAN DAN METODE
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus
atau Case Study.
Penelitian kualitatif adalah jenis
penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik
atau bentuk hitungan lainnya dan bertujuan mengungkapkan gejala secara
holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan
memanfaatkan diri peneliti sebagai instrument kunci (Sugiarto, 2015). Pendekatan
studi kasus digunakan karena
pendekatan ini membantu peneliti mendapatkan
informasi yang aktual terhadap suatu kasus secara mendalam dan dari semua pihak
yang mengetahui dan lebih mengenal kasus yang ditemukan di lokasi penelitian. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juli sampai bulan Oktober. Sedangkan lokasi penelitian ini
bertempat di lingkungan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar. Metode pemilihan informan dilakukan sesuai dengan
prinsip purpose sampling. Analisis
yang digunakan yaitu triangulasi sumber sehingga interpretasi yang dihasilkan
sesuai dengan informasi yang didapatkan dari informan.
HASIL PENELITIAN
Komunikasi
Untuk Surat Keputusan
(SK) tentang KTR di lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
ini telah diterapkan dengan SK yang telah dibuat oleh Dekan sebelumnya.
"Kawasan
Tanpa Rokok itu sudah lama sebelum saya jadi Dekan, sejak dekan pertama disini
sudah ada. Ada SK Dekan yang dulu, bukan dari saya itu SK Dekan yang lama
sebenanrya, Prof. Rusli Ngatimin kalo
saya nggak salah itu yang buat SK. Jadi itu sudah ada, SK Kawasan Tanpa Rokok,
bukan SK melarang merokok "
(Dekan FKIK, Laki-laki, 62 Tahun, Juli 2017)
Media promosi tentang
larangan merokok ataupun tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) seperti spanduk
sudah terdapat di beberapa titik tempat yang ada di FKIK namun tidak banyak
atau tidak mencukupi disetiap tempat yang ditentukan sebagai area KTR.
“iya ada kayaknya itu baliho
larangan merokok di tembok fakultas tertempel tapi cara pasangnya tidak meratai
karena hanya di lantai satu dan lantai dua ji yang ada, untuk lantai atas itu
tidak ada”
(AW,
Laki-laki, 20 tahun, Juli 2017)
“Belum secara
konsisten, karena seharusnya ini harus ada yang kawal. Karena lahirnya sebuah
kebijakan itu biasanya direspon sesaat karena kebetulan ini di FKIK maka secara
alamiah memang menjadi keharusan bahwa tidak ada perilaku merokok di fakultas”
(HI,
Ket.jurusan, Laki-laki, 38 Tahun, Oktober 2017)
Penetapan
tempat-tempat yang dijadikan sebagai area kawasan tanpa
rokok untuk FKIK sudah seharusnya mencakup seluruh area lingkungan
fakultas namun itu tidak efektif.
“Kalopun itu aturan larangan
merokok ada di fakultas, pastinya semua area fakultas itu termasuk KTR, tapi
tidak efektif itu”
(HH,
Kasubag, Laki-laki, 57 Tahun, Oktober 2017)
Sumber Daya
Rapat penerapan KTR di ikuti oleh semua
civitas akademika termasuk perwakilan tiap
prodi.
“Pada waktu rapat dulu,
jadi tiap-tiap perwakilan dari prodi itu di kumpulkan, dulu saya masih menjabat
sebagai kepala lab ya dan seingat saya itu dulu ada pak Hasbi Ibrahim, ibu
Firda, ada dari Farmasi juga itu. Nah, lalu kemudian itu dirapatkan pembentukan
Satgas Anti Rokok, sudah ada pedoman dan itu sebenarnya sudah masuk kedalam
Senat.
(DN, Satgas KTR,
Perempuan, 38 Tahun, Oktober 2017)
Pedoman penerapan kawasan tanpa rokok di FKIK sudah ada namun
karena aturan hukum yang belum jelas dan kurangnya kesadaran pribadi sehingga
pelaksanaan kebijakan ini menjadi susah untuk di terapkan.
“Sudah ada pedomannya,..
(DN,
Satgas KTR, Perempuan, 38 Tahun, Oktober 2017)
“Sudah ada
dibuat pedoman resminya, tapi semua itu sangat sulit diterapkan karena yang
pertama tidak ada aturan hukumnya, jadi susah untuk diterapkan. Yang kedua
adalah, merokok merupakan ketagihan atau ketergantungan dengan rokok. Kita mau
larang, tidak ada dasar hukumya, apa undang-undangnya. Jadi, imbauan dan
kesadaran saja”
(Dekan FKIK, Laki-laki, 62 Tahun, Juli
2017)
Tidak
ada dana dalam penerapan kebijakan kawasan tanpa rokok di FKIK.
“Untuk dana itu
tidak ada”
(WD II,
Perempuan, 37 Tahun, Juli 2017)
“Tidak boleh ada
dana untuk kebijakan seperti itu, itu peraturan dari APBD”
(Dekan FKIK, Laki-laki, 62 Tahun, Juli
2017)
Disposisi
Masih sering didapati orang yang merokok di area fakultas
baik itu mahasiswa, dosen ataupun pegawai.
“Masih sering skali ada yang merokok
terutama pegawai-pegawai FKIK itu sendiri. Walaupun mereka merokok pada
tempat-tempat tertentu tapi itu juga memberikan indikator-indikator bahwa
kebijakan KTR ini belum dilaksanakan dengan baik karena pengawasannya masih
sangat lemah”
(HI, K et. Jurusan, Laki-laki, 38 Tahun, Oktober 2107)
“Biasa kalau mauka merokok
liat-liat tonja situasi kalau tidak ada dosen baruka merokok kalo lagi santai
biasa di kelasji atau di skitar kelas”
(F,
Laki-laki, 22 Tahun, Oktober 2017)
“Iya merokok kan tapi bukan
waktu kerja sambil merokok toh di luar ruanganja juga”
(A,
Laki-laki, 34 Tahun, Oktober 2017)
Belum
ada sanksi ataupun hukuman yang jelas bagi pelanggar karena tidak ada aturan
yang jelas yang mengatur tentang sanksi.
“Sebenarnya karena kita tidak
memiliki aturan tertulis, atau surat keterangan tentang sanksi atau hukuman
kita tidak bisa memberikan sanksi sembarangan. Kalau SK ada, tapi keterangan
tentang sanksi kan belum jelas, karena kalau ada keterangan sanksi yang jelas
misalkan sudah ditegur satu atau duakali itu baru diberikan sanksi”
(WD
II, Perempuan, 37 Tahun, Juli 2017)
“Denda apa kenapa mau didenda
na tidak ada peraturan dendanya”
(A,
Laki-laki, 34 Tahun, Oktober 2017)
“Ahh tidak ada sanksi atau
denda”
(O, Laki-laki, 38 Tahun, Oktober 2017)
Struktur
Birokrasi
Sudah dibentuk komite
pengawas KTR, namun pengawas KTR di semua unit fakultas seakan telah lupa dan
melalaikan tugas mereka sebagai satgas KTR.
“Sudah dibentuk itu komitenya, kelompok
kerjanya, kebijakannya. Komite adalah termasuk yang mengawasi sirkulasi
pelaksanaan ketika kebijakan ini diterapkan. Dan seharusnya pengawasnya adalah
kabag dan kasubag untuk pegawai
sementara untuk prodi itu mengawas dosen dan mahasiswa tapi kenyataan tidak ada
selain saya itu yang berani menegur langsung”
(DN,
Satgas KTR, Perempuan, 38 Tahun, Oktober 2107)
Kendala-kendala penerapan KTR di FKIK
Ada dua kendala yang
dialami oleh penerapan kebijakan kawasan tanpa rokok ini yaitu aturan yang
belum jelas dan karena perokok yang ketagihan.
“Kendalanya yang pertama itu
tidak ada aturannya, kalau ada aturan gampang kita terapkan. Yang kedua itu,
ketagihan atau ketergantungan terhadap rokok itu susah kita rubah. Jadi kita
isolasi saja dia yang merokok, kita isolir kawasan merokok dia itu di gazebo
fakultas”
(Dekan
FKIK, Laki-laki, 62 Tahun, Juli 2017)
“Yang
perlu adalah sinergitas antara lembaga mahasiswa dengan pihak fakultas dalam
programnya itu supaya terjalin sinergitas dan saling mendukung antara pihak
fakultas dengan lembaga mahasiswa itu akan lebih baik”
(HI,
Ket. Jurusan, Laki-laki, 38 Tahun, Oktober 2017)
Dukungan Lembaga Mahasiswa dalam penerapan kawasan
tanpa rokok di FKIK
Pihak lembaga sangat
mendukung kebijakan seperti ini. Seperti kutipan wawancara dengan salah satu
informan berikut :
“Saya sebagai orang yang juga
tidak merokok jelas dan sangat mendukung. Tetapi kita kembalikan lagi kepada
orang yang merokok bagaimana nantinya, karena seperti kita ketahui sama-sama
bahwa ketika orang yang ditanya apakah ia mau berhenti merokok dia akan jawab
dia ingin berhenti, tapi untuk behentinya itu yang susah, harus secara perlahan
untuk membuat perokok itu tidak merokok lagi. Jadi kita tidak bisa serta merta
melarang mereka merokok. Jadi bagaimana kita bisa menggunakan kebijakan
tersebut untuk bisa membuat perokok sedikit-demi sedikit mengurangi konsumsi
rokoknya”
(SEMA FKIK, Laki-laki, 21 Tahun, Juli 2017)
“Kita sangat mendukung
penerapan kebijakan itu karena yang pertama kita ingin belajar dan punya
kenyamanan di kampus karena otomatis asap rokok yang yang didapatkan dari
perokok itu bisa sangat mengganggu kesehatan bagi si perokok pasif apalagi kita
dari kesehatan, jadi kami sangat mendukung penerapan KTR ini”
(HMJ, Laki-laki, 20 Tahun, Juli 2017)
“Kita kan anak kesehatan jelas kita tahu bahwa
merokok itu perilaku yang tidak sehat jadi jelas kita sangat mendukung
kegiatan-keguiatan yang mengarah ke hal-hal baik. Dan untuk lembaga kami memang
tidak ada program khusus terkait KTR tapi kami menerapkan ke semua pengurus
lembaga jika kami menemukan beberapa orang yang merokok itu kami usahakan menegur dengan cara yang sopan.
Misalnya jangan ki merokok di area fakultas..”
(HMD, Perempuan, 20 Tahun, Juli
2017)
“Kalau dukungan sudah pasti. Jelas bahwa kita semua
kan mau kalau FKIK ini sebagai pelopor fakultas di UIN memiliki KTR. Tapi kalau
dari pimpinan tidak ada kerjasama yang baik kan susah”
(Duta Anti Rokok B, Laki-laki,
22 Tahun, Juli 2017)
Seharusnya pihak
lembaga mahasiswa lebih kreatif dalam mensosialisasikan kebijakan KTR ini di
fakultas karena lembaga mahasiswa merupakan pionir inisiator program kerja di
fakultas.
“Lembaga
mahasiswa jangan menunggu siap mendukung begitu, karena itu bahasa-bahasa kita
orang kedua. Kita ini fakultas ilmu kesehatan seharusnya menjadi pionir
inisiator dalam berbagai bentuk upaya dalam rangka upaya hidup sehat. Lembaga
mahasiswa seharusnya melahirkan kegiatan yang sifatnya secara langsung, tidak
menunggu arahan pihak fakultas. Tentu mereka kan punya kreatifitas sendiri
terkait kawasan tanpa rokok”
(HI,
Ket. Jurusan, Laki-laki, 38 Tahun, Oktober 2017)
PEMBAHASAN
Upaya pengamanan
terhadap bahaya merokok melalui penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) telah dilakukan melalui Kebijakan Dekan
FKIK Universitas islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar dikeluarkan dalam rangka
peningkatan upaya penanggulangan bahaya akibat merokok guna meningkatkan
kualitas kesehatan warga kampus khususnya di lingkungan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan (FKIK) dan menjaga agar udara di lingkungan fakultas tetap
bersih terbebas dari polusi akibat asap rokok.
Kebijakan/Peraturan
Dekan FKIK Universitas islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar di tetapkan sebagai
tindak lanjut dari beberapa kebijakan kawasan tanpa rokok yang telah terlebih
dahulu ada, diantaranya Peraturan kawasan tanpa rokok di Fakutas Ilmu Kesehatan
(Fikes) oleh Dr. dr. H. Rasyidin Abdullah, M.P.H..MH.Kes (Dekan periode 4
Oktober 2011 s.d 1 Juli 2013), Instruksi
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 161/Menkes/Inst/III/1990 tentang
Lingkungan Kerja Bebas Asap Rokok, Peraturan Bersama
Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No.188/Menkes/PB/I/2011 No. 7 Tahun
2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, perlu dipertimbangkan pula perlindungan hak
asasi manusia di kampus khususnya Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
Keberhasilan
implementasi dapat dipengaruhi faktor-faktor yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di FKIK untuk melihat haktor - faktor yang mempengaruhi
implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), peneliti berpatokan pada
metode George C Edwards III. Model implemantasi kebijakan ini berperspektif top
down. Subarsono (2011: 90) berpendapat bahwa
faktor-faktor keberhasilan implementasi
kebijakan terdiri atas komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur
birokrasi. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berdiri sendiri namun juga saling
berkaitan. Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini peneliti
dapat menjelaskan variabel-variabel keberhasilan implementasi kebijakan sebagai
berikut :
Komunikasi
Salah satu yang membuat kebijakan ini tidak berjalan secara
efektif adalah karena kurangnya komunikasi dalam hal ini sosialisasi yang
dilakukan oleh pihak implementor kepada kelompok sasaran (target group). Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistianto, dkk (2015)
tentang implementasi kebijakan KTR di Universitas Negeri Yogyakarta bahwa yang
menjadi penghambat pelaksanaan kebijakan tersebut adalah komunikasi yang kurang
baik antar pelaksana ke kelompok sasaran. Meskipun kebijakan kawasan tanpa
rokok sudah resmi diterapkan di FKIK dengan adanya SK oleh Dekan sebelumnya,
namun belum dilakukan pembaharuan dan perbaikan oleh Dekan yang sekarang.
Sehingga masih banyak hal-hal yang perlu ditambah dan diperbaiki dalam
penerapan kebijakan tersebut.
Pihak
implementor tidak melakukan kerja sama yang baik antar satgas KTR maupun dengan
lembaga mahasiswa yang seharusnya dapat membantu mensosialisasikan tentang kawasan
tanpa rokok, larangan merokok dan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh rokok
kepada kelompok sasaran sehingga tidak didapatkan kejelasan tentang tujuan dan
manfaat kebijakan tersebut diterapakan. Apabila penyampaian tujuan dan sasaran suatu kebijakan
tidak jelas, tidak memberikan pemahaman atau bahkan tujuan dan sasaran
kebijakan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan
akan terjadi suatu penolakan atau resistensi dari kelompok sasaran yang
bersangkutan
Sumber
Daya
Pihak pelaksana
kebijakan adalah jajaran dosen dan pegawai sedangkan yang menjadi sasaran utama
kebijakan tersebut adalah mahasiswa(i) yang ada di fakultas kedokteran dan ilmu
kesehatan. Pelaksana kebijakan tidak memiliki pedoman yang jelas dalam
menjalankan tugasnya sehingga pembagian tugas tidak merata dan efisien.
Peneliti melakukan wawancara dengan Dekan FKIK tentang pedoman pelaksanaan
kebijakan tersebut dan diperoleh bahwa pedoman kebijakan sudah ada namun susah
untuk diterapkan karena tidak ada aturan yang jelas tentang larangan merokok. Dalam
penerapan kebijakan kawasan tanpa rokok di FKIK tidak memiliki sumber daya
finansial atau dana untuk menjalankan kebijakan ini sehingga proses penerapan
kebijakan kawasan tanpa rokok di FKIK tidak berjalan secara efisien terkhusus
untuk pengadaan infrastruktur pendukung kawasan tanpa rokok di FKIK. Sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistianto dkk (2015) bahwa sumber daya
manusia dan anggaran yang kurang memadai menjadi salah satu faktor penghambat
pelaksanaan implementasi kebijakan KTR di Universitas Negeri Yogyakarta. Hal
ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwosetiyo (2015) bahwa
dukungan dana bagi pelaksanaan KTR merupakan faktor pendukung
keberhasilan pelaksanaan kebijakan tersebut.
Disposisi
Disposisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen,
kejujuran, sifat demokratis. Dalam wawancara yang
dilakukan oleh peneliti terhadap pihak implementor tentang komitmen dan
kejujuran dalam pengimplementasian kebijakan kawasan tanpa rokok di FKIK
menunjukkan bahwa masih sering ditemukan pelanggaran-pelanggaran oleh oknum
pegawai yang seharusnya memberikan contoh yang baik terhadap mahasiswa namun
lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga di kalangan mahasiswa pun masih
sering ditemukan pelanggaran-pelanggaran seperti merokok di lingkungan
fakultas. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistianto,
dkk (2015) bahwa kurangnya komitmen dan dedikasi dari para pelaksana ke
kelompok sasaran membuat proses implementasi kebijakan tidak berjalan seperti
yang diinginkan karena pihak implementor tidak memberikan disposisi yang baik
kepada kelompok sasaran. Tidak ada sanksi atau hukuman yang tegas oleh pihak
implementor yang diberikan kepada orang
yang melanggar aturan tersebut sehingga tidak menimbulkan efek jerah kepada si
perokok untuk tidak merokok lagi di area FKIK.
Kebijakan yang
dibuat oleh pimpinan fakultas dalam hal ini Dekan FKIK sudah seharusnya ditaati
dan dipatuhi oleh bawahan dalam hal ini civitas akademika baik pegawai maupun
mahasiswa(i) selama kebijakan tersebut tidak mengarah kepada kemaksiatan.
Seperti dalam sebuah hadis tentang batasan-batasan ketaatan kepada pemimpin
yang menyatakan bahwa tidak semua perintah seorang pemimpin harus ditaati dan
dipatuhi yaitu jika perintah tersebut mengarah kepada kemaksiatan. Jadi selama
perintah pemimpin tidak mengarah kepada kemaksiatan maka patutlah kita taati
dan patuhi perintah tersebut. Adapun hadis tersebut yaitu :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا
لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
Artinya :
Ibn umar r.a berkata : bersabda Nabi saw. : “Seorang muslim wajib mendengar dan ta’at pada pemerintahannya,
dalam apa yang disetujui atau tidak disetujui, kecuali jika diperintah
ma’siyat. Maka apabila disuruh ma’siyat, maka tidak wajib mendengar dan tidak
wajib ta’at.” (H.R. Muslim)
(Dikeluarkan
oleh Imam Bukhari, dalam (93) kitab: “al-Ahkam,” (4) bab: “Mendengarkan dan menaati pemimpin selagi
tidak memerintahkan untuk berbuat dosa.”)
Hadis
di atas menunjukkan kepada kita bahwa kepatuhan seorang rakyat terhadap
pemimpin tidaklah mutlak. Ada batasan-batasan tertentu dimana seorang rakyat
wajib taat dan patuh dan ada pula saat dimana rakyat tidak perlu patuh, bahkan
boleh berontak atau melawan. Dalam hadis di atas, batasan-batasan kepatuhan
terhadap pemimpin itu adalah selama pemimpin tidak memerintahkan rakyatnya
untuk berbuat maksiat.
Struktur
Birokrasi
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa telah dilakukan pembentukan komite atau badan
pegawas KTR oleh pihak implementor yang berdasarkan pada Standard Operating Procedure (SOP) pada rapat senat
yang telah dilakukan oleh pimpinan fakultas, pegawai dan perwakilan tiap prodi.
Namun, karena reorganisasi dan pergantian beberapa struktur pegawai maka
beberapa satgas KTR perlahan melupakan tugas dan tanggung jawabnya, inilah
kemudian yang membuat lemahnya pengawasan. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Sulistianto, dkk (2015) bahwa tidak adanya struktur
birokrasi dan SOP dalam proses pelaksanaan kebijakan KTR di Universitas Negeri
Yogyakarta membuat kebijakan tersebut tidak berjalan secara efektif. Badan
pengawas KTR (satgas) seharusnya lebih meningkatkan komunikasi dan kerjasamanya
dalam melakukan pengawasan penerapan kebijakan tersebut.
Dukungan Lembaga Mahasiswa terhadap
Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di FKIK
Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Alauddin Makassar memiliki beberapa
lembaga mahasiswa yang bernaun di dalamnya. Seperti : Himpunan Mahasiswa
Jurusan (HMJ), Himpunan Mahasiswa Diploma (HMD), Dewan Mahasiswa (DEMA), Senat
Mahasiswa (SEMA) dan Komunitas Duta Anti Rokok. Pihak lembaga mahasiswa siap
memenjadi fasilitator dan ikut mensosialisasikan tentang larangan merokok,
bahaya rokok terkhusus kawasan tanpa rokok yang ada di FKIK mulai dari maba
yang baru masuk pada saat OPAK Fakultas sampai pada mahasiswa yang sudah aktif
kuliah. Informan lain juga mengatakan bahwa penerapan kawasan tanpa rokok
merupakan suatu langkah atau gerakan yang akan membawa kita kepada hal-hal baik
jadi kebijakan seperti ini sangat didukung.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, maka di dapatkan kesimpulan bahwa kebijakan kawasan
tanpa rokok di FKIK UIN Alauddin Makassar tidak berjalan efektif dikarenakan :
(1) komunikasi masih belum
terlaksana dengan baik antara pihak implementor dengan kelompok sasaran (group
target), (2) secara
umum sumber daya yang terlibat dalam implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok
di FKIK belum memiliki sumber daya finansial dan sumber daya fasilitas yang
mencukupi, (3) Dalam implementasi
kebijakan kawasan tanpa rokok di FKIK,
implementor
yaitu seluruh pimpinan setiap unit kerja di FKIK, belum mampu menunjukan
karakter yang baik, dilain sisi sikap pelaksana tidak menunjukan sikap tegas
dalam memberi sanksi terhadap kelompok sasaran yang melanggar dan (4) karena di
FKIK belum
dibuat regulasi berupa SOP secara keseluruhan yang mengatur secara spesifik
pembagian tugas pelaksanaan kebijakan, sehingga dalam pelaksanaannya menjadi
tidak terstruktur dan tidak berjalan dengan efektif meskipun semua
pihak lembaga mahasiswa yang ada di FKIK mendukung secara penuh penerapan
kebijakan tersebut.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan
dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap implementasi kebijakan kawasan
tanpa rokok di FKIK, maka (1) pihak pimpinan FKIK perlu meningkatkan komunikasi
dari dimensi konsistensi, kejelasan informasi dan transmisi antar pelaksana
kebijakan maupun implemetor dengan kelompok sasaran (2) Dalam opak fakultas
perlu disampaikan kepada mahasiswa baru bahwa FKIK merupakan ruang publik yang
harus dijaga kebersihan udaranya dari asap rokok (3) perlunya monitoring dalam
pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok
di FKIK (4) perlunya manual prosedure, SOP, dan Juknis agar implementasi
kebijakan kawasan tanpa rokok di FKIK lebih bisa difokuskan oleh implementor
dan harus ada sanksi yang jelas bagi yang melanggar, berlaku bagi implementor
maupun kelompok sasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Eko S. (2015). Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif
Skripsi Dan Tesis. Yogyakarta: Suaka Media.
Fardhon H. (2012). Berhenti Merokok Itu Gampang-Gampang Susah. Jakarta: Densuco Cipta
Perkasa.
Firdiana A. (2014). Gambaran
Sikap Mahasiswa Unpad Terhadap Kawasan Tanpa Rokok di Kampus Unpad. Jatinagor : Unpad. Hal. 8
Kementrian
Kesehatan RI. (2013). Perilaku Merokok
Masyarakat Indonesia berdasarkan RISKESDAS 2013. Jakarta
Al-Mawardi. (2016). Al-Ahkam
As-Sulthaniyyah, Hukum-hukum penyelenggaraan negara dalam syariat islam. Bekasi: PT Darul Falah
Rusli B. (2013). Kebijakan Publik Membangun Pelayanan Publik Yang Responsif. Cetakan
Pertama. Bandung : Hakim Publishing.
Saptorini K. (2013) Tingkat
Partisipasi Mahasiswa Dalam Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di
Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
Semarang : Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Jurnal Visikes. Vol. 12 No. 2
Setiyo N. (2015). Evaluasi
Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta : FIK Universitas Muhammadiyah Surakarta. Naskah Publikasi. Hal 7
Tria F. (2014). Pengaruh
Persepsi Mahasiswa Terhadap Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Dukungan
Penerapannya Di Universitas Sumatera Utara. Medan : Universitas Sumatera Utara. Hal. 30
Wahab A. (2008). Analisis Pengantar Kebijakan Publik.
Malang: UMM Press.
Waliyanti E. (2016). Sikap
Mahasiswa Terhadap Kebijakan Kampus Bebas Asap Rokok di Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta : Program
Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY. Naskah Publikasih. Hal. 5